Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
BAB METODOLOGI DAN PENDEKATAN A. METODOLOGI Secara umum, metode dalam rencana kerja yang akan dilaksanakan untuk pekerjaan Belanja Jasa Konsultansi Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan meliputi beberapa tahap kegiatan, yaitu: 1) Persiapan 2) Pengumpulan Data Lapangan 3) Analisa Data Lapangan 4) Perencanaan Teknis 5) Penggambaran 6) Perhitungan Kuantitas 7) Perkiraan Biaya
a. Persiapan
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengenali lingkup
pekerjaan
dan
kondisi
lapangan
berikut
permasalahan-
permasalahan yang ada dari data sekunder (desk study). Persiapan pelaksanaan pekerjaan, diantaranya: Menyiapkan data yang digunakan untuk pelaksanaan survey, Pengarahan cara kerja personil sehubungan dengan waktu yang disediakan, Penyediaan peralatan yang akan dipakai untuk survai lapangan.
II-1
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
Persiapan surat pengantar mobilisasi personil dan lain-lain yang diperlukan sebelum pekerjaan “Survey Pendahuluan” dimulai, konsultan berkoordinasi dengan Pemberi Kerja untuk mendapatkan pengarahan dan petunjuk-petunjuk mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan, rencanarencana pengembangan daerah, dan hal-hal lain yang perlu diketahui untuk pelaksanaan pekerjaan tersebut.
b. Tahap Pengumpulan Data Lapangan (Survey)
Kegiatan awal yang akan dilaksanakan pada tahap ini adalah melakukan
Survey Pendahuluan,
yang
kemudian
diikuti
dengan
pelaksanaan survey detail seperti topografi, inventarisasi lahan dan jalan, material dan geoteknik serta hidrologi. Survey Pendahuluan Tujuan utama dilaksanakannya Survey Pendahuluan adalah untuk melakukan peninjauan awal terhadap lokasi pekerjaan dan mengumpulkan data-data sekunder untuk dipergunakan dalam pelaksanaan detail survey dan mengumpulkan data lainnya untuk melengkapi data survey detail dan kebutuhan desain. Kegiatan yang dilakukan antara lain : Melakukan konfirmasi dan koordinasi dengan instansi terkait di daerah sehubungan dengan dilaksanakan survey. Mengumpulkan informasi mengenai lokasi kawasan kumuh yang menjadi objek perencanaan dari instansi terkait di daerah. Peninjauan lokasi
untuk
mengidentifikasi
dan
menginventarisasi
kondisi dan permasalahan-permasalahan yang ada di wilayah studi perencanaan. Mempelajari dan menganalisa informasi mengenai wilayah studi perencanaan. Pemeriksaan lokasi sumber material (Quarry). Pembuatan peta dasar dan tematik wilayah studi perencanaan yang dibutuhkan dalam proses perencanaan. Pembuatan foto dokumentasi lapangan dan pengukuran topografi adalah proses pengumpulan data di atas permukaan bumi yang II-2
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
selanjutnya perencanaan
data
hasil
dengan
ukuran dituangkan dalam bentuk peta menggunakan
skala
tertentu
serta
didokumentasikan dalam bentuk gambar dan file komputer. Pekerjaan pengukuran yang terdiri dari : a. Pengukuran titik kontrol horisontal dan vertikal b. Pengukuran situasi c. Pengukuran penampang memanjang dan melintang d. Pengukuran-pengukuran khusus e. Pekerjaan perhitungan dan penggambaran f. Pekerjaan digitasi dan computer
c. Tahap Analisa dan Perencanaan Teknis
Pada tahapan ini kegiatan yang dilaksanakan adalah menganalisis dan menyusun rencana teknis dari data lapangan yang dihasilkan dalam kegiatan survey pendahuluan. Kegiatan menganalisa serta merencanakan : a. Kondisi jaringan jalan, kebutuhan lajur dan lebar lajur, geometrik jalan dan struktur jalan. b. Sistem drainase yang digunakan, penanganan dari genangan, hidrologi, hidrolika, perhitungan debit banjir dan dimensi saluran serta struktur/konstruksi saluran dan bangunan pelengkapnya. c. Sistem jaringan air bersih, tingkat pelayanan, perhitungan jaringan dan dimensi perpipaan, ataupun penggunaan sistem lain untuk penyediaan air bersih. d. Sistem dan pengelolaan persampahan, tingkat pelayanan, kebutuhan prasarana dan sarana pembuangan sampah. e. Sistem jaringan air kotor yang melayani kawasan kumuh dengan tingkat kepaatan yang tinggi f. Sistem jaringan listrik yang tersedia dalam malayani kebutuhan masyarakat.
d. Tahap Penggambaran
II-3
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
Pembuatan gambar rencana selengkapnya dilakukan setelah Draft Perencanaan Teknis mendapat persetujuan dari pengguna jasa dengan mencantumkan koreksi- koreksi dan saran-saran yang diberikan oleh pengguna jasa, berikut posisi alternatif trase yang pernah diteliti. Gambar rencana detail perencanaan teknis yang perlu dibuat minimal mencakup : a. Sampul luar (cover) dan sampul dalam. b. Daftar Isi c. Peta lokasi proyek d. Peta lokasi sumber bahan material (Quarry) e. Daftar simbol dan singkatan. f. Daftar rangkuman volume pekerjaan. g. Potongan melintang Tipikal (Typical Cross Section) harus digambar dengan skala yang pantas dan memuat semua informasi yang diperlukan
e. Tahap Penghitungan Biaya
Perkiraan biaya konstruksi rinci harus disiapkan untuk setiap tahapan konstruksi yang direncanakan, sesuai dengan item pekerjaan dan harga satuan yang disajikan secara terpadu. Kuantitas akan disertai dengan data pendukung perhitungannya, sedangkan harga satuan akan merujuk pada referensi harga satuan terbaru dan masih berlaku atau berpedoman pada survey harga pasar. Metode perhitungan harga satuan harus dibuat, analisis harga satuan menggunakan metoda dan acuan yang baku berdasarkan faktor-faktor/parameter: tenaga, material, peralatan, sosial, pajak, overhead dan keuntungan yang berlaku di daerah setempat. Perkiraan biaya yang diperoleh dari analisis ini dibandingkan dengan proyek-proyek lainnya di daerah sekitar lokasi.
1
Pendekatan Perencanaan 1)
Pendekatan dari atas ke bawah (top down)
II-4
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
Pendekatan dari atas ke bawah merupakan penterjemahan dari kebijaksanaan yang ada, mulai dari kebijaksanaan rencana tata ruang sektoral di Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Banggai Kepulauan , kawasan perencanaan dan programprogram pembangunan yang terkait dengan studi. 2)
Pendekatan dari bawah ke atas (bottom up) Bertitik tolak dari kondisi dan potensi kawasan itu sendiri, yang diperoleh melalui pengamatan dan pengumpulan data/informasi langsung dari lapangan.
2
Pendekatan Penanganan Kawasan Penanganan konservasi menurut Burra Charter dapat dibedakan atas : 1)
Preservasi Adalah upaya/tindakan pelestarian suatu tempat sama dengan keadaan aslinya tanpa ada perubahan termasuk upaya mencegah kehancuran. Prinsip-prinsip pokok yang harus dipahami antara lain : Pendekatan preservasi dilakukan bilamana kawasan warisan budaya tersebut memiliki bukti yang. kuat akan adanya signifikasi budaya yang spesifik atau ddak ada pendekatan lain yang sesuai. Pendekatan preservasi dibatasi pada perlindungan, perawatan seperlunya tanpa mendistorsi signifikasi budayanya.
2)
Restorasi Adalah upaya tindakan mengembalikan kondisi fisik bangunan seperti semula dengan membuang elemen tambahan serta memasang kembali elemen orisinil yarrg telah hilang
tanpa
menggunakan bahan baru. Prinsip-prinsip pokok yang harus dipahami antara lain: Pendekatan restorasi digunakan bila tersedia bukti konkrit tentang kondisi aslinya dan bahwa signifikasi budaya dari kawasan warisan budaya tersebut hanya bisa dikembalikan melalui pemasangan kembali elemen orisinil tersebut. II-5
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
Melalui restorasi harus dapat ditunjukkan aspek-aspek budaya yang signifikan dari kawasan warisan budaya tersebut. Dasarnya adalah penghargaan akan semua peninggalan fisik, dokumen dan bukti-bukti lain yang memperkuat dugaan tersebut. Tindakan restorasi adalah pemasangan kembali komponen yang telah dipindahkan. Bila kawasan warisan budaya tersebut mewakili beberapa periode yang berbeda maka setiap signifikasi budaya yang ada harus dihargai. 3)
Rekonstruksi Adalah upaya/tindakan untuk mengembalikan suatu tempat semirip mungkin dengan keadaan semula dengan menggunakan bahan baru melalui suatu penelitian. Prinsip-prinsip pokok yang harus dipahami antara lain : Pendekatan rekonstruksi dapat diterapkan bila kawasan warisan budaya tersebut menjadi tidak lengkap akibat rusak atau berubah sehingga agar kelestariannya dapat terjaga maka seluruh signifikasi budaya yang ada harus dipulihkan. Batasan rekonstruksi hanya pada tindakan untuk melengkapi kesatuan fabric dari kawasan warisan budaya. Selain itu batasan juga dilakukan terhadap rekonstruksi fabric, bentuk yang dapat dideteksi secara fisik atau lewat dokumen.
4)
Adaptasi Adalah upaya/tindakan merubah bangunan/tempat agar dapat digunakan untuk fungsi baru yang lebih sesuai (kegunaan yang tidak mengakibatkan perubahan drastis terhadap signifikasi budaya atau harrya memerlukan sedikit dampak minimal). Prinsip-prinsip pokok yang harus dipahami antara lain : Adaptasi dapat dilakukan bilamana konservasi kawasan warisan budaya tidak dapat dilakukan dan tidak melemahkan substansi budaya yang signifikan. Tindakan adaptasi dibatasi oleh pemanfaatan ruang yang esensial yaitu compable uses.
II-6
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
Keseluruhan signifikasi budaya kawasan warisan budaya yang terpaksa harus dipindahkan selama proses adaptasi harus tetap dijaga sehingga dapat digunakan bila sewaktu-waktu dibutuhkan. Urgensi konservasi dapat diukur melalui beberapa variabel menyangkut peran historis, peran signifikasi kultur dan level kerusakan. Indikator utama yang dibahas adalah mengenai : Historical significance dibedakan atas bangunan dan kawasan
bersejarah. Parameter yang menentukan urgensinya adalah apabila kawasan warisan budaya tersebut tergolong sangat memenuhi kriteria konservasi yakni usianya telah mencapai 50 tahun atau bahkan lebih dari satu abad. Selain itu untuk mengidentifikasi apakah kawasan tersebut memiliki potensi sebagai suatu locus solus maka kawasan tersebut harus memiliki nilai lebih yang merekam peristiwa-peristiwa penting yang berhubungan dengan sejarah sosial, ekonomi dan atau peristiwa politik baik yang berskala lokal, regional, nasional, hingga internasional. Cultural significance; untuk bangunan bersejarah atau memenuhi kriteria sebagai warisan budaya yang perlu dilestarikan
maka
penilaian
yang
dilakukan
adalah
berdasarkan tipologi dan estetika/arsitektur yang meliputi penilaian terhadap elemen arsitektur, gaya, detail/ornamen, material bangunan, warna, tata ruang dan kejamakan. Penilaian
terutama
dikaitkan
dengan
eksistensi
dan
intensitasnya. Nilai lebih dapat ditambahkan apabila bangunan bersejarah tersebut sudah jarang atau keberadaannya sangat mencolok di urban fabric di sekitarnya. Bangunan warisan budaya tersebut temyata sangat dominan dalam arti tidak dapat lagi ditemui di tempat lain dan atau peran kehadirannya sangat mempengaruhi keberadaan urban fabric lain. Sedangkan untuk kawasan warisan budaya yang bersejarah, penentuan penilaian
II-7
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
adalah berdasarkan keutuhan dan eksistensi keseluruhan morfologi bangunan, path, batas tepian, landmark, distrik, nodes, ketinggian bangunan. 3
Elemen Fisik Penataan Ruang Perancangan kawasan kota merupakan proses menciptakan atau memandu penciptaan lingkungan binaan yang mampu mewadahi aktivitas masyarakatnya dengan nyaman, berkualitas tinggi dan mampu meningkatkan harkat kemanusiaannya. Dengan perkataan lain, urban design harus merupakan proses yang memberikan arahan bagi terwujudnya suatu lingkungan binaan fisik yang layak, yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, kemampuan sumber daya setempat, serta daya dukung lahannya. Hamid Shirvani dalam bukunya THE URBAN DESIGN PROCESS (1985), menyatakan bahwa urban design adalah bagian dari proses perencanaan yang berhubungan dengan kualitas fisik lingkungan, yaitu yang berkaitan dengan desain fisik dan spatial dari lingkungan. lingkup urban design memiliki batas dari eksterior bangunan pribadi ke Iuar. Konsepsi urban design dari system pola struktur ruang dasarnya adalah penciptaan jalan (street) dan ruang terbuka (open space) seolah-olah dari cungkilan (carving out) dari sebuah massa yang sebelumnya solid. Image dan satuan fisikal semacam ini dapat disaksikan pada umumnya Urban Design Kota Lama. Proses pertumbuhan kota semacam ini tentu saja diawali dengan pembangunan beberapa bangunan. Namun pada evolusi selanjutnya yang menjadi semakin kompleks sebagai akibat logis dari tradisi yang masih homogen, aglomerasi ekonomi, kohesi sosial dan keamanan pertumbuhan in fill dimana modern cenderung merusak struktur ruang yang ada. Mohammad Danisworo dalam bukunya STRATEGI PENERAPAN RANCANGAN KOTA (1994), menyakinkan bahwa unsur-unsur
II-8
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
arsitektur kota yang berpengaruh terhadap (proses) pembentukan ruang harus diarahkan serta dikendalikan perancangannya sesuai dengan skenario pembangunan yang telah digariskan. Tabel 2.1. Elemen Fisik dalam Urban Design Guidelines ELEMEN UTAMA PERUNTUKKAN (Tata Guna Lahan)
INTENSITAS PEMBANGUNAN
TAUTAN (LINKAGE)
RUANG TERBUKA/HIJAU
RINCIAN -
-
TATA BANGUNAN
-
-
4
Makro-Mikro Horisontal – Vertikal Use – Mixed Used Fasos-Fasum Land-Use-Intensity (LUI) Integrasi Antara Floor-Area yang Diizinkan (KLB), Setbacks, Ketinggian, Bentuk Massa/Selubung dan Pengendalian Site-Coverage (KDB), Circulation and Parking (Sirkulasi dan Area Parkir) Pedestrian Ways (Area Pejalan Kaki) Activity (Kegiatan Pendukung) Lansekap Tata Hijau Ruang Terbuka Badan Air (Sungai, Laut, Danau) Street Furniture/Fixture Pengendalian Bentuk Massa Bangunan (sosok, tinggi, kepadatan, jarak bebas, dan sebagainya). Pengendalian Dampak (aspek ekonomi, sosial, budaya, psikologi, dan sebagainya. Pengendalian Lingkungan (orientasi, aliran udara, sinar matahari, bayangan, yang kesemuanya berkaitan dengan iklim, warna, tekstur, dan sebagainya). Bangunan Baru – Infill serta Bangunan Konservasi Tetenger/Landmark
Metode Pelaksanaan Pekerjaan Titik tolak utama metode penanganan pekerjaan rencana detail tata ruang secara garis besar terdiri dari pendekatan umum, pendekatan teknis dan metode penanganan pekerjaan itu sendiri.
5
Kerangka Kerja Penataan Kawasan II-9
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
Pekerjaan penataan dan perencanaan Penyusunan DED Kawasan Kumuh dilakukan dengan latar belakang adanya indikasi penurunan vitalitas ekonomi kawasan dan kualitas fisik lingkungan serta adanya kerusakan terhadap artefak-artefak bersejarah di kawasan perencanaan. Kegiatan ini dimulai dari proses perumusan isu dan permasalahan, pendalaman isu dan permasalahan melalui survey secara intensif pada kawasan studi. Hasil dari isu dan permasalahan serta pendalaman terhadap wilayah studi digunakan sebagai dasar dalam penentuan batasan kawasan perencanaan dan penentuan kawasan prioritas penanganan. Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis secara kontekstual terhadap kawasan perencanaan yang difokuskan pada kawasan prioritas. Analisis kontekstual dimaksudkan untuk mendapatkan pendalaman mengenai akar masalah pada kawasan perencanaan, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik yang kemudian dijadikan dasar dalam perumusan program penanganan kawasan. Proses perumusan program dilakukan bersama-sama dengan para pemangku kepentingan di kawasan prioritas sehingga tercapai kesepakan program. Hasil kesepakatan program kemudian dirumuskan menjadi rencana detail tata ruang kawasan dan diwujudkan dalam program penanganan bangunan dan lingkungan, DED Penataan Bangunan dan Lingkungan serta program investasi penanganan bangunan dan lingkungan.
6
Metode Pelaksanaan Pekerjaan 1.6.1 Kebutuhan Data Data merupakan elemen penting dalam sebuah kegiatan studi, kualitas data akan sangat mempengaruhi kualitas keluaran dari studi tersebut. Kegiatan penyusunan Studi Penataan dan Perencanaan Penyusunan
II-10
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
DED Kawasan Kumuh merupakan kegiatan yang mencakup multi aspek dan membutuhkan data yang sangat beragam. Agar dalam kegiatan ini tidak ada data yang tercecer, konsultan berupaya membuat daftar kebutuhan data untuk pelaksanaan kegiatan ini. Daftar kebutuhan data dibuat berdasarkan pada kebutuhan untuk pemenuhan output kegiatan dan disesuaikan pula dengan metode analisa data yang akan digunakan oleh konsultan. Pada prinsipnya jenis data yang akan digali oleh konsultan berdasarkan sumbernya ada dua yaitu data instansional dan data lapang yang bersumber dari hasil observasi lapang. Adapun rincian kebutuhan data untuk kegiatan ini dapat diuraikan pada Tabel berikut. Tabel 2.2 Kebutuhan Data Untuk Belanja Jasa Konsultansi Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan No
Kebutuhan Data
Jenis Data
Cara Pengambilan Data
1
RTRW Kabupaten Banggai Kepulauan
Instansional
Survai Instansional ke Bappeda Banggai Kepulauan / Dinas Tata Ruang/ Dinas PU
2
Data RPJP Kabupaten Banggai Kepulauan
Instansional
Bappeda Banggai Kepulauan
3
Monografi Desa
Instansional
Survai ke kantor desa
4
Peta istrasi
Instansional
Survai di Kantor Kecamatan
5
Peta Status Lahan
Instansional
BPN Banggai Kepulauan
6
Sebaran Lokasi Permukiman (di darat dan di atas laut)
Primer
Observasi lapang dilengkapi dengan data GPS dan foto
7
Sebaran Lokasi Bangunan Bersejarah
Primer
Observasi lapang dilengkapi dengan data GPS dan foto
8
Sebaran Lokasi Fasilitas Ekonomi: Pasar Bank Pertokoan/warung Industri Rumah Tangga
Primer
Observasi lapang dilengkapi dengan data GPS dan foto
II-11
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
No 9
Kebutuhan Data
Jenis Data
Cara Pengambilan Data
Sebaran Lokasi Fasilitas Pemerintahan: Kantor skala Kabupaten Kantor Desa Kantor Kecamatan Sebaran Lokasi Fasilitas Pendidikan
Primer
Observasi lapang dilengkapi dengan data GPS dan foto
Primer
Observasi lapang dilengkapi dengan data GPS dan foto
11
Sebaran Lokasi Fasilitas Peribadatan
Primer
Observasi lapang dilengkapi dengan data GPS dan foto
12
Primer
Observasi lapang dilengkapi dengan data GPS dan foto
Primer
Observasi lapang dilengkapi dengan data GPS dan foto
14
Sebaran Lokasi Fasilitas Perhubungan dan telekomunikasi: Pelabuhan Laut Terminal Angkutan Umum Kantor Pos BTS Kondisi Prasarana Lingkungan Permukiman: Persampahan Air Bersih Sanitasi (MCK, dsb) Jalan lingkungan Drainase permukiman Komoditas Utama Perdagangan
Wawancara
Wawancara dengan pedagang di pasar/ warung mengenai asal barang dagangan, frekuensi kulakan barang, moda angkutan yang digunakan untuk kulakan Kendala/permasalahan yang dihadapi oleh pedagang saat kulakan Rata-rata harga komoditas utama yang diperdagangkan
15
Komoditas Unggulan Kota
Wawancara
Wawancara dengan pelaku usaha misal dengan petani mengenai komoditas unggulan yang ada dan menjadi tumpuan utama para pelaku ekonomi di kawasan studi
10
13
II-12
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
No
Kebutuhan Data
Jenis Data
Cara Pengambilan Data
16
Permasalahan-permasalahan
Wawancara
Wawancara dengan camat, kepala desa, Dinas PU, Bappeda, Dinas Perhubungan, mengenai permasalahan yang dihadapi
17
Harapan-harapan dari para stakeholder
Wawancara
Wawancara dengan camat, kepala desa, Dinas PU, Bappeda, Dinas Perhubungan, mengenai kondisi yang diharapkan untuk Kawasan Studi
B. METODE PENGUMPULAN DATA Untuk mendukung kegiatan penyusunan DED Kawasan Kumuh, digunakan beberapa metode pengumpulan data. Metode pengumpulan data yang digunakan untuk dapat mengakuisisi data instansional maupun data lapang. Pengumpulan data dalam kegiatan ini dilakukan melalui beberapa teknik antara lain : 1.
Survey data instansional, berupa pengumpulan dan atau perekam data dari instansi-instansi.
2.
Survey lapangan, untuk menguji data instansional dan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.
3.
Observasi dan interview untuk melengkapi survey tersebut di atas dan untuk memperoleh data/informasi yang lebih rinci dan untuk melengkapi data instansional yang tidak tersedia. Proses ini sekaligus untuk menjaring berbagai aspirasi pemangku kepentingan pada level desa/kelurahan sebagai masukan dalam proses Penyusunan DED Kawasan Kumuh.
C. METODE ANALISA DATA DAN PERUMUSAN KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN
II-13
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
Dalam kegiatan ini digunakan serangkaian analisis sebagai upaya pendekatan atas kemungkinan-kemungkinan yang dapat ditempuh dalam penataan kawasan. Analisis kegiatan yang akan dikembangkan : 1.
Analisis terhadap peruntukan lahan mikro yang kaitannya dengan peruntukan lahan yang lebih luas dan dengan pusat-pusat pertumbuhan terdekat. Dengan demikian analisis ini mempertimbangkan masukanmasukan rencana tata ruang kota yang ada seperti RUTR, RDTR, RTRK, dan lainnya yang terkait dengan penataan bangunan
2.
Analisis keberadaan fungsi peruntukan lahan yang ada pada kawasan, dari analisis ini akan diperoleh kemungkinan perubahan fungsi lahan mikro dalam kawasan atau alternatif peruntukan lahan yang diusulkan
3.
Analisis keadaan dasar
4.
Analisis karakteristik fisik kawasan kota
5.
Analisis tapak kawasan kota untuk kebutuhan perencanaan
6.
Analisis kecendrungan perkembangan kota
7.
Analisis kependudukan untuk kebutuhan pengembangan kawasan kota
8.
Analisis proses intereaksi ruang kawasan terhadap kawasan kota lainnya
9.
Analisis kondisi ekonomi masyarakat dan ekonomi kota
10. Analisis kondisi sosial budaya masyarakat 11. Analisis kebutuhan ruang untuk tujuan pembangunan aktifitas kota 12. Analisis struktur tata ruang kawasan kota. 13. Analisis kebutuhan sarana dan prasarana kawasan kota 14. Analisis penentuan tata jenjang aktifitas kawasan kota 15. Analisis khusus unsur-unsur utama Kkawasan kota 16. Analisis pengelolaan pembangunan kota 17. Alternatif rencana pengembangan kota
D. PENYUSUNAN KONSEP, RENCANA KEGIATAN YANG AKAN DIKEMBANGKAN
II-14
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
Tahap analisis ini bertujuan untuk menentukan alternatif-alternatif atau bentukbentuk pengembangan perencanaan dan penanganan kawasan. Data yang diperoleh dari pengumpulan data primer dan data sekunder akan dianalisis untuk dituangkan ke dalam laporan. Dalam tahap analisis ini akan dilakukan hal-hal sebagai berikut : 1.
Menyusun rencana penanganan kawasan baik secara umum maupun secara detail
2.
Menyusun pedoman pengendalian kawasan
3.
Menyusun program investasi untuk penanganan kawasan
4.
Skenario Penataan Kawasan
5.
Rencana Penataan Kawasan, meliputi : konservasi, pembangunan baru/new development, perbaikan/upgrading, pemindahan/ relokasiresetlement, dan peremajaan/renewal)
6.
Rencana Penataan dan Revitalisasi Fisik Kawasan; Rencana Tapak, Rencana Pergerakan, Rencana Tata Hijau
7.
Rencana Pelayanan Prasarana (air bersih, drainase, persampahan, air limbah, jalan), sarana (pasar rakyat, industri kecil, pedagang kaki lima/PKL, pertokoan, fasilitas sosial, fasilitas transportasi) dan utilitas (listrik, gas, telepon)
8.
Rencana Sirkulasi dan Aksesibilitas
9.
Rencana Detail (Design Guidelines)
10. Rencana Pengembangan Ekonomi Lokal 11. Rencana Pengembangan Lingkungan, Tradisi Sosial dan Budaya 12. Rencana Pengembangan Sumber-sumber Pendanaan 13. Rencana Pengembangan Kelembagaan 14. Program Investasi PRK 15. Rencana Tindak Pengembangan/Peningkatan Keuangan Kawasan 16. Rencana Tindak Pengembangan/peningkatan Kelembagaan Kawasan
E. METODE PENATAAN KAWASAN BERDASARKAN PERMEN PU 18/PRT/M/2010
II-15
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
Kegiatan Penataan Kawasan dalam lingkup ke-PU-an merupakan kegiatan yang telah lama dirintis sejak sekitar tahun 2003. Pada saat itu, kegiatan ini berada di Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Perdesaan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kini kembali menjadi Departemen Pekerjaan Umum). Asumsi konsultan saat ini, kegiatan penataan ruang tetap mengacu pada kebijakan-kebijakan yang pernah digulirkan saat itu, salah satunya adalah Pedoman Teknis Rencana Detail Tata Ruang Kawasan, secara secara garis besar materi dan uraiannya adalah sebagai berikut : a.
Pengertian 1.
Kawasan Dalam konteks detail tata ruang kawasan merupakan bagian kota seluas sekitar 30-60 Ha yang memiliki benda alam, bangunan dan prasarananya dan karakter yang relatif homogen dan dapat ditetapkan batas tepinya.
2.
Kawasan Strategis Adalah kawasan perkotaan yang memiliki potensi sosial, ekonomi dan budaya memiliki dampak baik untuk tingkat lokal, regional maupun nasional.
3.
Penataan Kawasan Adalah :
Rangkaian upaya untuk menata kembali kawasan perkotaan yang tidak teratur.
Meningkatkan vitalitas kawasan yang memiliki potensi dan nilai strategis.
Mengembalikan vitalitas kawasan yang telah atau mengalami penurunan
agar
kawasan
kawasan
tersebut
meningkat
produktifitas ekonominya. Melihat rentang kegiatan yang luas tersebut, maka setting lokasi kegiatan dapat menjadi sangat beragam seperti pada kawasan pusat kota, kawasan permukiman, kawasan bisnis/perdagangan, kawasan industri, suatu koridor jalan tertentu, kawasan kota lama, atau pun pusat kegiatan ekonomi masa lalu. Meskipun demikian mengingat
II-16
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
bahwa pusat kawasan/kota merupakan suatu lokasi yang sangat multidimensi dan sangat dinamis, maka dalam kegiatan ini lebih banyak mengarah pada lokasi ini. Juga perlu diperhatikan bahwa program ini haruslah bertumpu pada komunitas, sehingga harus mempertimbangkan faktor-faktor nilai lokal, sejarah, budaya maupun lingkungan alam setempat. Menurut Lynn M Ross, AI bila kegiatan penataan ruang masih dalam proses awal penentuan visi dan perencanaan, maka pendekatan community
based
sangat
cocok
digunakan,
karena
dapat
memfokuskan pada eksplorasi dan identifikasi atribut-atribut komunitas seperti sejarah dan budaya lokal, termasuk kondisi alami setempat. Pemahaman terhadap kondisi lokalitas tersebut bermanfaat untuk menetapkan atau memfokuskan pada obyek awal yang sesuai karakter dan nilai-nilai local, misalnya perbaikan atau penambahan kebutuhan fasilitas baru (infill), perubahan fasade bangunan atau perbaikan
faslitas
jalan
(streetscape).
Untuk
merealisasikan
pendekatan tersebut Lynn mengusulkan penggunaan metode berikut sebagai instrument implementasi yaitu :
Design guidelines, sebagai alat, pedoman atau arahan untuk melindungi dan memperkuat karakter, estetika dan sejarah lokal yang unik, yang telah eksis di kawasan perencanaan;
Special district regulation, sebagai alat untuk memberikan karakter khusus pada suatu kawasan yang berbeda dengan kondisi kawasan lain maupun kota pada umumnya, sehingga mejadi lebih unik, menarik dan spesifik;
Mix it up, menciptakan kawasan dan atau koridor yang multi fungsi yang unik dan spesifik, sehingga menjadi daya tarik ekonomi,
maupun
pengunjung,
untuk
berusaha/berbisnis,
tinggal/hidup, dan bekerja di kawasan ini. 4.
Vitalitas Ekonomi
II-17
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
’Tingkat’ vitalitas (kehidupan) kawasan ditinjau berdasarkan faktor/variabel ekonomi. 5.
Vitalitas Non Ekonomi ’Tingkat’ vitalitas (kehidupan) kawasan ditinjau berdasarkan faktor/variabel non ekonomi.
b. Perencanaan dan Perancangan Penyusunan Studi Kelayakan Penataan Kawasan :
c.
1.
Kelayakan Teknis (Sarana, Prasarana dan Utilitas)
2.
Kelayakan Ekonomi
3.
Kelayakan Lingkungan, Sosial dan Budaya
4.
Kelayakan Keuangan dan Pembiayaan
5.
Kelayakan Kelembagaan
Rencana Pengembangan Kawasan 1.
Skenario Penataan Kawasan (PRK)
2.
Rencana Penataan Kawasan, meliputi : konservasi, pembangunan baru/new development, perbaikan/upgrading, pemindahan/ relokasiresetlement, dan peremajaan/renewal)
3.
Rencana Penataan dan Revitalisasi Fisik Kawasan; Rencana Tapak, Rencana Pergerakan, Rencana Tata Hijau
4.
Rencana Pelayanan Prasarana (air bersih, drainase, persampahan, air limbah, jalan), sarana (pasar rakyat, industri kecil, pedagang kaki lima /PKL, pertokoan, fasilitas sosial, fasilitas transportasi), dan utilitas (listrik, gas, telepon)
5.
Rencana Sirkulasi dan Aksesibilitas
6.
Rencana Detail (Design Guidelines)
7.
Rencana Pengembangan Ekonomi Lokal
8.
Rencana Pengembangan Lingkungan, Tradisi Sosial dan Budaya
9.
Rencana Pengembangan Sumber-sumber Pendanaan
10. Rencana Pengembangan Kelembagaan
II-18
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
11. Program Investasi PRK 12. Rencana Tindak Pengembangan/Peningkatan Keuangan Kawasan 13. Rencana Tindak Pengembangan/peningkatan Kelembagaan Kawasan d. Pelembagaan dan Penataan Kawasan 1.
Melibatkan stakehoder terkait (masyarakat, swasta/dunia usaha, pemerintah kota, pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat)
2.
Menghasilkan dokumen perencanaan dan perancangan bagi penataan kawasan.
e.
Pelembagaan Penataan Kawasan Tahap Pelaksanaan 1.
Pada tahap ini melibatkan instansi pemerintah terkait, masyarakat, pelaksana konstruksi, pengawas konstruksi, perencana konstruksi dan pengelola proyek untuk mewujudkan DED ke dalam bentuk fisik.
2. f.
berakhir sampai selesainya bangunan fisik dan serah terima proyek.
Pelembagaan Penataan Kawasan Tahap Pemanfaatan Berbentuk Badan Pengelola Kawasan yang melibatkan stakeholder yang akan berperan sebagai fasilifator dan katalisator untuk pemerintah, swasta dan masyarakat dalam suatu Kemitraan (partnership) dalam manajemen pengelolaan kawasan. Hal-hal yang dapat diatur dalam landasan hukum terdiri dari : 1.
Keberadaan organisasi Badan Pengelola Kawasan
2.
Kawasan sebagai kawasan Konservasi dan batas-batasnya
3.
Proses Perijinan, bagi pembangunan dalam kawasan
4.
Sanksi bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan
5.
Insentif/disinsentif, Retribusi dan pajak
6.
Berupa Peraturan Daerah baik ditingkat Kabupaten/Kota ataupun Provinsi atau dapat berupa Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah.
II-19
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
g.
Fungsi, Tugas dan Kewenangan Organisasi Tahap Pengelola Kawasan 1.
Pengendalian pembangunan dan pemanfaatan kawasan
2.
Pemeliharaan dan perawatan kawasan
3.
Pelayanan terpadu dibidang perijinan
4.
Fasilitator dan katalisator antara Pemerintah, Swasta dan Masyarakat
5.
Promosi, pemasaran, dan penyelenggaraan acara
6.
Penggalangan dana masyarakat baik berupa tanah maupun berupa investasi
7.
Pengembangan atraksi budaya yang diharapkan dapat merangsang kegiatan ekonomi lokal baik berkala maupun secara terus menerus
8.
Promosi dan Pemasaran Kawasan
9.
Pengendalian Pembangunan Kawasan
10. Penyusunan Rencana O & M 11. Pembinaan pelaku usaha.
F. METODE PENANGANAN PEKERJAAN (PROGRAM KERJA) Titik tolak utama metode penanganan pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam secara garis besar terdiri dari pendekatan umum, pendekatan teknis dan metode penanganan pekerjaan itu sendiri. a. Program Kerja 1
Pendekatan Umum 1) Pendekatan dari atas ke bawah (top down). Pendekatan dari atas ke bawah merupakan penterjemahan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ada, mulai dari kebijaksanaan rencana tata ruang sektoral di Daerah Provinsi Sulawesi Tengah,
II-20
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
Kabupaten Banggai Kepulauan, kawasan perencanaan dan program-program pembangunan yang terkait dengan studi. 2) Pendekatan dari bawah ke atas (bottom up). Bertitik tolak dari kondisi dan potensi kawasan itu sendiri, yang diperoleh melalui pengamatan dan pengumpulan data/informasi langsung dari lapangan. 2
Pendekatan Teknis Pada dasarnya prinsip dasar penyusunan Tata Ruang dengan pola bantuan teknis, dilaksanakan dengan sasaran agar benar-benar dapat digunakan sebagai panduan teknis (pra rancangan) oleh aparat pelaksana di daerah, dan akan diangkat menjadi rancangan peraturan daerah. Dari prinsip dasar tersebut maka secara umum kerangka pendekatan yang akan digunakan dalam penyusunan studi ini adalah sebagai berikut: 1) Inventarisasi informasi dan data sekunder maupun data primer. 2) Mempelajari
kebijaksanaan
dan
program
pembangunan
kota/daerah yang bersangkutan dan kebijaksanaan serta program tainya tentang penataan bangunan. 3) Menganalisis permasalahan dan potensi kawasan yang kaitannya dengan kebijaksanaan rencana pengemuangan kota dan substansi teknis penataan kawasan dan dilanjutkan dengan penyusunan konsep rencana penataan. 4) Merumuskan usulan rencana tata ruang yang mencakup rencana umum dan rencana detail kawasan (pra rancangan), dilengkapi dengan pedoman pengendalian program dan pelaksanaan. b. Tahap-Tahap Pelaksanaan 1
Tahap-tahap Persiapan Pada tahap ini dilakukan pemahaman dan perumusan awal ruang lingkup pekerjaan dalam kerangka program pembangunan perkotaan
II-21
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
agar dalam tahap-tahap selanjutnya dapat dilaksanakan pekerjaan yang efisien dan efektif serta mempersiapkan metode dan perangkat dalam melakukan tiap tahap pekerjaan. Secara rinci yaitu: 1) Membuat program kerja (pola pikir) kegiatan secara keseluruhan; 2) Membuat jadwal kegiatan; 3) Menentukan sasaran; 4) Menetapkan metode survey dan analisis; 5) Menyusun format pendataan; 6) Menyiapkan kuesioner; 7) Kajian umum/literatur; 8) Kajian awal kawasan; 9) Menyiapkan peralatan survey. 2
Tahap Pengumpulan dan Kompilasi Data Melakukan pengumpulan dan pengelompokkan data kuantitatif dan kualitatif baik dari data sekunder maupun primer sebagai bahan analisis. Kelengkapan data merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi dalam menyusun suatu rencana, dalam arti kelengkapan dan ketersediaan data sangat menentukan kualitas pekerjaan yang akan dihasilkan. Oleh karena itu proses pengumpulan dan informasi membutuhkan suatu pendekatan yang tepat agar hasil yang diperoleh memenuhi kebutuhan sebagai bahan masukan dan analisis, sehingga perumusan nasil akhir pekerjaan dapat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan di awal pekerjaan. Oleh karena itu bentuk pendekatan pengumpulan data dan informasi yang akan dilakukan dibedakan sebagai berikut: 1) Survey dan Observasi Lapangan Melakukan survey ke lokasi dan instansi terkait guna pengumpulan data primer dan sekunder yang bersifat kuantitatif dan kualitatif serta teknis dan non teknis antara lain: tata guna lahan, struktur jaringan jalan, drainase, infrastruktur kawasan, pendataan bangunan cagar budaya dan situs yang bernilai sejarah, geografis,
II-22
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
ekosistem, limbah, ekonomi sosial dan budaya masyarakat, serta pergerakan manusia dan kendaraan. 2) Studi Literatur dan Petunjuk Teknis Kriteria perundangan dan peraturan terkait yang penting dan terkait dengan pekerjaan, meliputi: RUTR Nasional; RUTR Propinsi; RUTRK dan Rencana Strategis Kota; PBS/Hasil Identifikasi Kawasan yang ada dan NSPM. 3) Survey Instansional Baik formal maupun informal, Bappeda dan Dinas PU, serta LSM, dan sebagainya. 4) Tahap Awal Fasiltasi dan Partisipasi Masyarakat Selain yang terkait dengan pengumpulan data, pada tahap ini juga dilakukan tahap awal dari kegiatan fasilitasi dan partisipasi masyarakat berupa sosialisasi dalam bentuk forum diskusi sehingga masyarakat mendapatkan inforrmasi yang benar mengenai program kawasan ini serta dapat memberikan masukan. Fasilitasi
dan
partisipasi
masyarakat
ini
penting
untuk
kesinambungan kegiatan ini nantinya. Alternatif usulan rencana pengembangan yang akan diajukan dalam bentuk laporan akan dibahas sebagai bahan pembahasan akhir dengan instansi terkait dan masyarakat setempat. Selain daripada itu juga akan diusulkan pentahapan paket kegiatan fisik percontohan.
c. Elemen Fisik Penataan Kawasan Perancangan kawasan kota merupakan proses menciptakan atau memandu penciptaan
lingkungan
masyarakatnya
dengan
binaan nyaman,
yang
mampu
berkualitas
mewadahi tinggi
dan
aktivitas mampu
meningkatkan harkat kemanusiaannya. Dengan perkataan lain, urban design harus merupakan proses yang memberikan arahan bagi terwujudnya II-23
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
suatu lingkungan binaan fisik yang layak, yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, kemampuan sumber daya setempat, serta daya dukung lahannya. Hamid Shirvani dalam bukunya The Urban Design Process (1985), menyatakan bahwa urban design adalah bagian dari proses perencanaan yang berhubungan dengan kualitas fisik lingkungan, yaitu yang berkaitan dengan desain fisik dan spatial dari lingkungan. lingkup urban design memiliki batas dari eksterior bangunan pribadi ke Iuar. Konsepsi urban design dari sistem pola struktur ruang dasarnya adalah penciptaan jalan (street) dan ruang terbuka (open space) seolah-olah dari cungkilan (carving out) dari sebuah massa yang sebelumnya solid. Image dan satuan fisikal semacam ini dapat disaksikan pada umumnya Urban Design Kota Lama. Proses pertumbuhan kota semacam ini tentu saja diawali dengan pembangunan beberapa bangunan. Namun pada evolusi selanjutnya yang menjadi semakin kompleks sebagai akibat logis dari tradisi yang masih homogen, aglomerasi ekonomi, kohesi sosial dan keamanan pertumbuhan in fill dimana modern cenderung merusak struktur ruang yang ada. Prof. Danisworo dalam bukunya Strategi Penerapan Rancangan Kota (1994), menyakinkan bahwa unsur-unsur arsitektur kota yang berpengaruh terhadap (proses) pembentukan ruang harus diarahkan serta dikendalikan perancangannya sesuai dengan skenario pembangunan yang telah digariskan.
d. Penanganan Infrastruktur Lingkungan 1
Infrastruktur Pendukung Aksesibilitas Berdasarkan Kebijaksanaan dan Strategi Permukiman dan Prasarana Wilayah tahun 2004, jaringan jalan dikembangkan seiring dengan arah pengembangan sistem kota, agar terstruktur dan dapat melayani lalu lintas secara lebih efisien sesuai hirarkinya, melalui pengembangan
II-24
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
jaringan jalan dari pusat produksi melalui outlet dalam rangka mendukung ekspor, dan pengembangan jaringan jalan perkotaan untuk mendukung peran kota sebagai pusat pelayanan jasa distribusi dan sekaligus sebagai pembentuk struktur kota. 2
Infrastruktur Pendukung Kebutuhan Dasar Masyarakat 1) Fasilitasi penyediaan perumahan yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan yang berpenghasilan rendah dilakukan melalui akses kredit pemilikan rumah sederhana sehat bersubsidi dan bantuan uang muka, akses kredit mikro perumahan yang dikembangkan sendiri oleh masyarakat, bimbingan teknis pengembangan perumahan swadaya komunitas masyarakat dan melalui fasilitasi perbaikan kualitas lingkungan permukiman kumuh termasuk perumahannya. 2) Pengembangan perumahan diarahkan dalam konteks entitas kawasan membentuk satuan permukiman yang terstruktur dan terintegrasi dengan pengembangan wilayah yang lebih luas, yaitu baik
dalam
(Lisiba/Kasiba) pengembangan
kerangka maupun kawasan
lingkungan/kawasan dalam melalui
siap
bangun
konteks
intensifikasi
pemugaran,
peremajaan,
pelestarian dan/atau revitalisasi kawasan. 3) Pengembangan prasarana dan sarana permukiman didorong untuk dapat mengintegrasikan kesalingterkaitan antar skala lingkungan, kawasan serta keseluruhan kawasan perkotaan dan perdesaan. 4) Penyediaan air minum dan sanitasi yang memadai di perkotaan dan perdesaan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dilakukan dengan tahapan terstruktur seiring dengan upaya rencana. 3
Infrastruktur Pendukung Produksi Pangan Pengembangan sumber daya air (SDA) dengan penyediaan air irigasi yang cukup untuk menjamin ketersediaan pangan hasil produksi dalam negeri, dilakukan dengan menyeimbangkan upaya konservasi dan
II-25
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
pendayagunaannya, serta melibatkan peran masyarakat sejak tahap perencanaan
sampai
dengan
pengawasan
dan
pengendalian
pengelolaannya. 1) Pelaksanaan reformasi pengelolaan SDA untuk meningkatkan keandalan pasokan air. Pola pembiayaan dengan sistem korporasi wilayah sungai, dan arah pengelolaan SDA yang berbasis wilayah sungai ditekankan dengan integrasi pemakaian air permukaan dan air tanah, serta peningkatan kualitas air dengan pendekatan partisipatoris berdasarkan prinsip “satu sungai, satu rencana terpadu, dan satu pengelolaan yang terkoordinasi.” 2) Konservasi sumber daya air dilaksanakan dengan memberikan perlindungan sumber air, dan pengelolaan kualitasnya tetap dilaksanakan secara seiring dengan prinsip pengembangan secara berkelanjutan, yaitu yang memadukan aspek ekonomi, sosial dan perlindungan lingkungan.
e. Teori Ruang dan Spirit Ruang : Pengertian Place Theory Menurut Christian Norberg-Schulz (dalam Zahnd, 1999: 138) place adalah sebuah space yang memiliki suatu ciri khas sendiri. Sedangkan menurut Roger Trancik (dalam Zahnd, 1999: 138) sebuah place dibentuk sebagai sebuah space jika memiliki ciri khas dan suasana tertentu yang berarti bagi lingkungannya. Dengan mengetahui place pada suatu kawasan dapat diketahui karakteristik kawasan tersebut. Beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam menganalisis place yaitu (Zahnd, 1999: 144-154) : 1.
Tipologi Menganalisa bagaimana perbandingan elemen secara spasial, enclosure persentase lingkungan elemen yang dibatasi oleh massa yang terbentuk. Tipologi merupakan konsep mendeskripsikan kelompok obyek berdasarkan atas kesamaaan sifat-sifat dasar yang berupa memilah atau mengklasifikasikan bentuk keragaman atau kesamaan jenis.
2.
Skala II-26
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
Menganalisa seberapa besar ukuran, perbandingan secara spasial antara ketinggian elemen dan lebarnya, hubungan secara spasial obyek-obyek di dalamnya. 3.
Morfologi Menganalisa
keterhubungan
percampuran
antara
tempat-tempat,
elemen-elemen
serta
kombinasi,
dan
bagaimana
cara
penghubungannya. 4.
Identitas Menganalisa ciri khas dari lingkungan perkotaan yang terbentuk.
Teori place juga disebut sebagai citra place (milestone), yang merupakan suatu teori penting dalam perancangan kota dengan mengarahkan pandangan perancangan kota ke arah yang memperhatikan pikiran terhadap kota dari orang yang hidup di dalamnya (Zahnd, 1999: 154). Didalam mengidentifikasikan place dari suatu kota dapat diketahui dari elemen fisik dan non fisik. Pada pengidentifikasian place secara fisik dapat digunakan analisis citra kota dan arsitektur kota yang telah terbentuk. Sebuah citra kota dapat pula diartikan sebagai gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata pandangan masyarakatnya (Zahnd, 1999: 156). Menurut Kevin Lynch (dalam Markuz Zahnd, 1999: 157) terdapat 5 (lima) elemen citra kota, yaitu: 1.
Path (jalur), Path adalah elemen paling penting dalam citra kota. Path merupakan rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan secara umum, yakni jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran, dan lain sebagainya. Path mempunyai identitas yang lebih baik kalau memiliki tujuan yang besar (tugu, alunalun, dan lain sebagainya), serta ada penampakan yang kuat (misal fasade, pohon, dan lain-lain), atau ada belokan yang jelas.
2.
Edge (tepian), Edge adalah elemen linier yang tidak dipakai/ dilihat sebagai path. Edge berada pada batas antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai II-27
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
pemutus linier, misalnya pantai, tembok, batasan antara lintasan kereta api, topografi, dan sebagainya. Edge merupakan penghalang walaupun kadang-kadang ada tempat masuk. Edge merupakan pengakhiran sebuah district atau batasan sebuah district dengan yang lainnya. Edge memiliki identitas yang lebih baik apabila kontinuitas tampak jelas batasnya. 3.
District (kawasan), District merupakan kawasan-kawasan kota dalam skala dua dimensi. Sebuah district memiliki ciri khas yang mirip (bentuk, pola, dan wujudnya) dan khas pula dalam batasnya, orang akan merasa harus mengakhiri atau memulainya. District mempunyai identitas yang baik jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat homogen, serta fungsi dan posisinya jelas (introver/ekstrover atau berdiri sendiri/ dikaitkan dengan yang lain).
4.
Node (simpul), dan Node merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis yang arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat dirubah ke arah atau ke aktivitas lain, misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, kota secara keseluruhan dalam skala makro besar, pasar, taman, square, dan lain sebagainya. Node mempunyai identitas yang lebih baik jika tempatnya memiliki bentuk yang jelas (karena lebih mudah diingat) serta tampilan berbeda dari lingkungannya (fungsi dan bentuk).
5.
Landmark (tengeran) Landmark merupakan titik referensi seperti elemen node tetapi orang tidak dapat masuk ke dalamnya karena bisa dilihat di luar letaknya, atau elemen eksternal dan merupakan bentuk visual yang menonjol dari sebuah kota, misalnya gung atau bukit, gedung tinggi, menara, tanda tinggi, tempat ibadah, pohon tinggi, dan lain sebagainya. Landmark adalah elemen penting dari bentuk kota karena membantu orang untuk
II-28
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
mengorientasikan diri di dalam kota dan membantu orang mengenali suatu daerah. Landmark mempunyai identitas yang lebih baik jika bentuknya jelas dan unik dalam lingkungannya, dan ada sekuens dari beberapa landmark (merasa nyaman dalam orientasi), serta ada perbedaan skala masing-masing. Kelima elemen citra kota dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Elemen Citra Kawasan Sumber: Markuz Zahnd, 1999:157 Lima elemen citra tersebut hanya merupakan unsur dasar sebuah citra lingkungan secara keseluruhan. Lima elemen citra ini di dalam kota tidak dapat terlihat secara terpisah, karena keberadaannya satu dengan yang lain. Jika hanya dengan cara tersebut gambaran citra terhadap kota menjadi nyata dan benar, maka perlu diperhatikan interaksi antara lima elemen citra tersebut (Zahnd, 1999: 161). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. Edge
Path
Distric
Node
Landm
Gambar 2. Kombinasi dan Interaksi Lima Elemen Citra
II-29
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
Sumber: Markuz Zahnd, 1999:161 f. Pengertian Spirit Ruang/ “Spirit Of Place” Karakter adalah konsep umum yang bersama-sama dengan tempat menyusun konsep place (N. Schult). Karakter dapat berupa atmosfer yang dikenali
secara
luas
oleh
masyarakat
dan
dapat
berupa
suatu
bentuk/substansi yang secara nyata menjadi elemen pembatas ruang. Karakter dapat dibentuk oleh material dan susunan suatu tempat, beserta elemen pembatas tempat tersebut. Esensi dari suatu tempat dinyatakan dengan spirit of place atau genius loci, hubungan antara manusia dengan place yang digunakan atau dihuni menyengkut space dan karakter manusia yang menghuni tempat di dalam ruang. Sementara itu, arsitektur dipakai sebagai cara untuk memvisualisasikan genius loci, dan sebelumnya diperlukan suatu perencanaan. Manusia harus dapat berorientasi di dalam tempat tersebut dan mengidentifikasikan lingkungan tempatnya berada untuk memperoleh pijakan dalam melakukan aktivitasnya. Apabila karakter khusus tersebut, setelah perencanaan dapat di implementasikan ke dalam suatu bentukan fisik dengan ciri khas yang mampu bertahan melalui proses waktu tertentu dan memberikan makna bagi masyarakat dan perkembangan kotanya, maka bentukan fisik tersebut akan menjadi suatu identitas yang menjadikan kota tersebut memiliki keunikan dibandingkan dengan kota lainnya. Sebuah kota bukan hanya sekedar gejalan fisik atau wadah melaikan juga jiwa dan spirit. Kota adalah akumulasi produk pengambilan keputusan oleh banyak pihak baik individu, waktu serta merupakan manifestasi fisik dari kekuatan sosial, ekonomi, budaya, politik yang dilandasi oleh norma-norma yang berlaku, yang dituangkan dalam masa pembentuk elemen kota yang merujuk pada bentuk bentuk fisik (Kevin Lynch, 1992). Ini dikenal dengan lima elemen pembentuk kota menurut Lynch dan juga diperkuat menurut Ahmad Shirvani. Lebih lanjut, preservasi, history dapat mempertahankan sense of place penampilan history penting untuk mengembalikan perasaan
II-30
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
kepemilikan dan keakraban terhadap suatu tempat. Setiap tempat yang mampu membangkitkan perasaan akrab dan kepemilikan yang erat dari masyarakat memiliki spirit of place. Spirit of place dibentuk oleh atribut lokal yang khas, yang berperan dalam proses penerapan preservasi dan konservasi, yaitu : 1
Tampilan fisik (langgam, struktur dan estetika).
2
Fungsi dan aktivitas (yang dapat berinteraksi dengan masyarakat)
3
Makna dan simbol, yaitu aspek yang kompleks sebagai akibat dari pengalaman dan reaksi masyarakat.
g. Pendekatan Faktor-Faktor Pengintegrasian Kawasan kota adalah sistem yang mengandung pertalian antar unsur pelaku, fungsi dan penghubung. Kota sebagai satu sistem, menyebabkan perubahan yang terjadi pada satu bagian berpengaruh pada keseluruhan sistem (Churchman, 1957; Ashby, 1956 dalam Djoko Sujarto, 1995). Berbagai kepentingan secara dinamik terjalin (Redstone, 1976: 19) sehingga pola inhabitasi dan artifak kota menjadi khas. Kawasan kota yang terintegrasi dapat diwujudkan dengan membuat pertalian positif antar unsur dalam kawasan dengan merespon kebutuhan masyarakat sebagai pelaku, hubungan fungsi yang berkualitas dan diterapkan oleh kombinasi spasialnya (Trancik, 1986: 219). Kawasan yang baik berarti ada sinkronisasi secara ideal, sosial, material (Koentjaraningrat, 1981) atau dibentuk menjadi imageable: visible, coherent dan clear/legible (Lynch, 1992: 10, 91-117). Berdasarkan pengertian sistem kawasan kota di atas maka faktor-faktor integrasi akan mencakup faktor norma yang berkaitan dengan unsur pelaku, faktor fungsi yang berkaitan dengan unsur fungsi kegiatan dan faktor fisik yang berkaitan dengan unsur penghubung. Pendekatan faktor kawasan kota yang terintegrasi antara lain : 1
Faktor norma memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai pelaku. Masyarakat membentuk kawasan kota sebagai transformasi pemaknaan terhadap alam dan realitas lingkungan (Wiryomartono, II-31
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
1995: 14) dengan perilaku dan budayanya. Kawasan kota yang dibentuk sesuai norma masyarakat akan lebih imageable atau dapat diterima. Faktor norma berkaitan dengan pola atau standard perilaku masyarakat memiliki komponen-komponen nilai budaya, peraturan dan kelembagaan. 2
Faktor fungsi memperhatikan kepentingan fungsi kegiatan. Kawasan kota berfungsi mewadahi kegiatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan masyarakat banyak bertalian satu dan lainnya. Berdasarkan aspek ini, kegiatan sosial dan ekonomi serta politik menjadi esensi dalam pembentukan
kota. Perubahan dalam
kegiatan akan
mempengaruhi fungsi kawasan. Faktor fungsi berkaitan dengan fungsi kawasan kota dalam mewadahi kegiatan-kegiatan inhabitasi memiliki komponen-komponen esensi kegiatan, keterkaitan kegiatan dan tingkat kegunaan. 3
Faktor fisik memperhatikan bentuk-bentuk fisik. Pengaturan fisik ruang kota dilakukan untuk menyesuaikan kepada kegiatan yang ditampung dan norma masyarakat. Pengaturan fisik menghasilkan struktur kota serta bentukan fisik lain seperti kualitas visual dan termasuk detail. Faktor fisik berkaitan dengan wujud fisik kawasan kota memiliki komponen-komponen spasial, visual dan detail.
h. Persyaratan Pengintegrasian Persyaratan pengintegrasian perlu diketahui untuk melakukan identifikasi terhadap kondisi pengintegrasian suatu kawasan kota. Persyaratan pengintegrasian ini digali dari The Place Theory, The Linkage Theory dan The Figure Ground Theory (Trancik, 1986). Teori-teori ini analog dengan pengertian sistem kota yang digunakan untuk pendekatan faktor-faktor integrasi di muka. The Place Theory berkaitan dengan faktor norma. Esensi dari teori ini terletak pada pemahaman karakter masyarakat dan budayanya, pada sejarah setempat, rasa dan keinginan masyarakat, pada tradisi dan pada realitas ekonomi dan politik (Trancik, 1986: 112-114). The Place Theory II-32
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
mempersyaratkan pembentukan kawasan harus sesuai dengan masyarakat dan alamnya. Fisik dan kegiatan diletakkan pada setting-nya sesuai dengan keberadaan masyarakat serta nilai sosial budayanya. Kawasan kota yang terintegrasi dengan demikian adalah kawasan yang didasari norma yang kontekstual dengan perilaku masyarakat, budaya dan tempatnya. Komponen-komponen pengintegrasian pada faktor norma (nilai budaya, peraturan, kelembagaan) dipersyaratkan : 1.
Menggambarkan nilai budaya dan perilaku dalam rasa, cipta, karsa. Kawasan harus menghubungkan fisik dengan konteks budayanya dan memperhatikan keinginan dan aspirasi masyarakat (Trancik,1986:114).
2.
Mematuhi pranata sesuai dengan lingkungan alam dan realitas sosial. Kawasan dirasa baik jika terdapat kesesuian batasan dengan potensi pemaknaan dan tuntutan masyarakat setempat serta dihindari zoning di luar keinginan dan konteks masyarakatnya (Peter Simthson, 1981 dalam Trancik, 1986: 115).
3.
Mengakomodasi
bentuk
komunitas
sosial
dan
organisasi
kemasyarakatan. Kawasan dapat digunakan setiap orang dan masyarakat yang beragam (Trancik, 1986: 123). The Linkage Theory berkaitan dengan faktor fungsi. The Linkage Theory mempersyaratkan adanya garis penghubung fungsional antar elemen di dalam kawasan kota (Trancik, 1986: 106). Esensi fungsi dalam sistem kota harus diperhatikan. Garis dapat berbentuk jalan, ruang terbuka linier, atau bentuk lain yang menyatukan fungsi kegiatan antar elemen. Dengan dasar ini dapat dibuat kesatuan sistem antar kegiatan secara koheren sehingga hubungan atau pergerakannya menjadi efisien. Kawasan kota yang terintegrasi dengan demikian adalah kawasan yang unsur-unsurnya secara fungsi terjalin sinergis. Komponen-komponen pengintegrasian pada faktor fungsi (esensi kegiatan, keterkaitan kegiatan, tingkat kegunaan) dipersyaratkan :
II-33
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
1.
Mewadahi kegiatan-kegiatan yang diperlukan bagi inhabitasi. Kawasan harus merespon kepada dinamika penggunaan sosial masyarakat (Trancik, 1986: 219).
2.
Menjalinkan kegiatan berdasarkan hubungan fungsi dan sifatnya. Dalam kawasan Setiap kegiatan dihubungkan secara komprehensif sehingga menyatu (Maki dalam Trancik, 1986: 106; Bourne, 1978: 263).
3.
Fungsi yang optimal karena efisiensi,keefektifan dan kemudahan. Kawasan yang terintegrasi seharusnya menciptakan kedekatan, yang juga akan mengeliminasi sumber daya ruang dan energi dengan menyambungkan berbagai kegiatan (Trancik, 1986: 220).
The Figure Ground Theory berkaitan dengan faktor fisik. The Figure Ground Theory mempersyaratkan adanya kejelasan struktur dan sekuen dalam ruang kota. Dengan demikian pola komposisi ruang terbuka dan massa bangunan dapat dimanipulasi untuk memperjelas struktur ruang kota. Hirarki misal diciptakan dengan dasar perbandingan ukuran dan bentuk geometri ruangnya (Trancik, 1986: 97). Di sini komponen pewadahan dalam sistem kota harus diperhatikan termasuk aspek spasial, visual dan detail. Kawasan kota yang terintegrasi dengan demikian adalah kawasan yang unsur-unsurnya secara fisik membentuk struktur ruang yang teratur dan menyatu. Komponen-komponen pengintegrasiannya pada faktor fisik (spasial, visual dan detail) dipersyaratkan : 1.
Ruang kawasan yang terstruktur dan hirarkis. Semua fragmen dihubungkan dalam kerangka yang berkarakter; menyatu dan seimbang di dalam struktur kawasan (Trancik, 1986: 106; Lang, 1994: 418).
2.
Bentuk visual yang fungsional,analogis dan estetis. Unsur-unsur masif harus berfungsi dalam membentuk pola kawasan, menghadirkan ekspresi lokal yang signifikan dengan bentuk visual dan letaknya (Trancik, 1986: 101).
II-34
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
3.
Memperkuat fungsi dan karakter dengan mengolah bentuk dan aksentuasi. Kawasan misalnya diperjelas struktur dan ordernya (Trancik 1986: 103). Diambil dari http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/12167/budiyono.pdf.
G. RUANG LINGKUP PEKERJAAN Wilayah pekerjaan berada di Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepulauan pada skop kawasan perumahan MBR dan komersil dengan formasi jumlah minimal 1000 unit sampai dengan 3000 unit eksisting yang membentuk permukiman, terbangun oleh penyelenggara perumahan baik dari pihak pengembang maupun pemerintah daerah, serta meliputi juga seluruh perumahan formal dan swadaya lainnya yang berada di lingkungan perkotaan kab/kota. a.
Lingkup Kegiatan dan Lingkup Pekerjaan 1
Pendataan kondisi eksisting perumahan dan permukiman yang sudah dan/atau sedang dibangun, terdiri dari : Identifikasi penyelenggara
perumahan
Pengembang/Perusahaan
baik
maupun
dari
dari Pemerintah
para pihak Daerah
(Pusat/Provinsi/Kab/Kota); Identifikasi lokasi, sebaran, jumlah unit rumah, dan informasi lainnya khususnya pada perumahan MBR dan komersil yang sudah, sedang, dan akan dibangun. 2
Pendataan kondisi eksisting penyediaan, kualitas, serta kuantitas PSU Permukiman, meliputi: Kompilasi tinjauan studi literatur berupa produk
hukum, kajian pustaka, SNI, dan kajian lainnya yang
mendukung untuk penyelenggaraan pembangunan PSU skop permukiman; Kompilasi penyelenggaraan
tinjauan
pembangunan
kebijakan
daerah
terkait
PSU permukiman perkotaan;
Tinjauan lapangan dan survei instansional untuk mendapatkan data sekunder sebaran perumahan MBR/Komersil dan permukiman perkotaan,
ketersediaan/kondisi
PSU
permukiman
eksisting
terbangun, tipologi kawasan perumahan dan permukiman perkotaan,
II-35
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
serta kualitas lingkungan pada kawasan perumahan dan permukiman perkotaan; Identifikasi/pendataan PSU Permukiman yang sudah menjadi milik atau belum diserahkan kepada Pemerintah Daerah Kab/Kota sebagai aset daerah. 3
Analisis penilaian mutu/kualitas kelayakan PSU Permukiman sesuai dengan syarat istratif,
syarat teknis, dan syarat ekologis,
meliputi: Peta dan gambar profil PSU Permukiman yang memuat data dan informasi terkait PSU Permukiman, meliputi : Identifikasi aset PSU Permukiman yang menjadi aset daerah; Survei kondisi dan melakukan penilaian kualitas PSU terbangun
sesuai
dengan
PP
permukiman yang sudah
No.14
Tahun
2016
tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman yaitu syarat istratif, syarat teknis, dan syarat ekologis; Penyusunan matriks data profil ketersedian, profil penilaian kualitas/kelayakan, data hasil survei lapangan, dokumentasi visual foto dan video (diutamakan visual drone) terkait PSU permukiman yang sudah terbangun; serta rekomendasi rehabilitasi maupun bangun baru PSU permukiman pada wilayah kegiatan kerja. 4
Peta dan gambar profil PSU Permukiman yang memuat data dan
informasi
terkait
PSU Permukiman, meliputi : Peta
istrasi Wilayah dengan skala 1 : 50.000 s/d 1 : 200.000; Peta Tata Guna Lahan dengan skala 1 : 50.000 s/d 1 : 200.000; Peta Arah Pengembangan Perumahan dan Permukiman, skala 1 : 2.500 s/d 1 : 50.000; Peta Sebaran Eksisting PSU Permukiman, skala 1 : 2.500 s/d 1 : 50.000; Peta Tipologi Kawasan Perumahan dan Permukiman, skala 1 : 2.500 s/d 1 : 50.000; Peta Delineasi Kawasan Perumahan dan Permukiman, skala 1 : 2.500 s/d 1 : 50.000; Peta Potensi dan Masalah Penyediaan PSU Permukiman, skala 1 : 2.500 s/d 1 : 50.000; Peta Rekomendasi dan Rencana Peningkatan PSU Permukiman, skala 1 : 2.500 s/d 1 : 50.000.
II-36
Laporan Pendahuluan
Pekerjaan Perencanaan Pembuatan DED Perumahan Korban Akibat Bencana Alam Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan TA. 2018
5
Desain teknis Rencana Peningkatan PSU Permukiman, berupa penyusunan dan penetapan daftar rencana komponen infrastruktur PSU Permukiman berupa: Gambar Desain, dengan skala 1 : 10 atau skala 1 : 20; Rencana Program Penanganan, Ilustrasi gambar detail penampang per-komponen PSU yang direncanakan.
Agar dalam pelaksanaan kegiatan “Pembuatan Dokumen Pendataan dan Pemetaan PSU Permukiman Wilayah-2” ini dapat menghasilkan keluaran yang berkualitas sesuai arah yang telah ditentukan, maka langkah-langkah metode dalam pelaksanaan pekerjaan meliputi antara lain: 1
Melakukan studi dan kajian literatur/pustaka.
2
Melakukan orientasi/peninjauan lapangan dan survei instansional serta distribusi kuesioner kepada responden acak untuk mengetahui tingkatan kebutuhan masyarakat.
3
Melakukan rapat-rapat koordinasi dan konsultasi dengan para stakeholder serta supervise pekerjaan.
4
Melakukan kajian/analisis dengan pendekatan akademis sesuai bidang ilmu dari setiap tenaga ahli.
Alih
Pengetahuan
:
Penyedia
jasa/konsultansi
berkewajiban
menyelenggarakan pertemuan dan pembahasan dalam
rangka
untuk alih
pengetahuan kepada personil tim teknis/Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan dengan beberapa antara lain : Pertemuan dan pembahasan dilakukan pada setiap kali penyedia jasa akan menyerahkan laporannya, yaitu pada saat akan menyerahkan Laporan Hasil Rapat, Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, dan Laporan Akhir; Sebelum pertemuan dan pembahasan dilakukan, penyedia jasa harus melakukan penjelasan rencana pembahasan kepada Tim Teknis yang ditunjuk oleh PPTK.; Setelah pertemuan dan pembahasan dilakukan, penyedia jasa harus melakukan konsultasi hasil pertemuan dan pembahasan dengan Tim Teknis yang ditunjuk oleh PPTK.
II-37