DISKUSI KASUS
PLASENTA PREVIA TOTALIS Disusun Sebagai Bagian dari Persyaratan Menyelesaikan Program Internship Dokter Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat
Disusun Oleh: dr. Ditha Kurnia Sani
Pembimbing: dr. Komang Tresna, Sp.OG. AKBP NRP 70060448
DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA DINAS KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DINAS KESEHATAN KOTA MATARAM RUMAH SAKIT BHAYANGKARA NUSA TENGGARA BARAT PERIODE JUNI 2015 – JUNI 2016
1
BERITA ACARA PRESENTASI DISKUSI KASUS
Pada hari ini tanggal 22 Maret 2016, telah dipresentasikan portofolio oleh: Nama peserta
: dr. Ditha Kurnia Sani
Dengan judul/topik
: Plasenta Previa Totalis
Nama pendamping
: dr. Mike Wijayanti Djohar
Nama pembimbing
: dr. Komang Tresna, Sp.OG.
Nama wahana
: Rumah Sakit Bhayangkara, Kota Mataram, NTB.
No
Nama Peserta Presentasi
No
1
dr. Nurlaela Purnama Sari
1
2
dr. Rifka Wikamto
2
3
dr. Oktaviana Nurma Muliastusti
3
4
dr. Baiq Fariani Zuhra
4
5
dr. Dwi Putri Miftahulhuda
5
6
dr. Oktaria Safitri
6
7
dr. Sri Mulawardani
7
8
dr. Dini Hariyati Maulida S
8
9
dr. Evert Yanri Imanuel Silaen
9
10
dr. Dara Primaditha
10
11
dr. Zakiyatun Humairah
11
12
dr. Dante Yustisia
12
13
dr. Metha Risky Anggorani
13
14
dr. Yunila Widya Saputri
14
2
Tanda Tangan
15
dr. Vera Oktarina
15
16
dr. M. Nauval
16
17
dr. Muarif Ramadhan
17
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya. Pembimbing
Pendamping
( dr. Komang Tresna, Sp.OG. ) AKBP NRP 70060448
( dr. Mike Wijayanti Djohar ) NIP: 19751219 200501 2 005
3
BAB I PENDAHULUAN Mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang, sekitar 25 – 50% kematian di Negara tersebut disebabkan oleh hal yang berkaitan dengan kehamilan. Tahun 1999 WHO (World Health Organization) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil dan bersalin. Dimana 15% dari seluruh wanita hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya serta dapat mengancam jiwanya dan janin yang dilahirkannya. (Saifuddin dkk, 2002). Angka kematian ibu dan perinatal merupakan ukuran penting dalam menilai keberhasilan pelayanan kesehatan dalam suatu negara. Angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 390 per 100.000 persalinan hidup. Jika perkiraan persalinan di Indonesia sebesar 5.000.000 orang, maka akan terdapat sekitar 19.500 – 20.000 kematian ibu tiap tahunnya yang terjadi setiap 26 – 27 menit sekali. Dimana sekitar 3 – 10% disebabkan oleh kasus komplikasi obstetrik, seperti kasus berat pendarahan anterpartum (karena plasenta previa atau karena solusio plasenta), pendarahan postpartum, kepala janin dan ruang panggul yang tak seimbang, ruptura uteri serta malpresentasi letak janin (Manuaba, 1998). Plasenta previa sendiri merupakan komplikasi yang terjadi pada kira-kira 1 dari 200 kehamilan dan merupakan salah satu penyebab utama perdarahan pervaginam pada trimester ke 2 dan ke 3 (Getahun D, 2006). Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta dan tidak terlampau sulit untuk menentukannya adalah plasenta previa. Plasenta previa ditemukan kira-kira dengan frekuensi 0,3 – 0,6% dari seluruh persalinan. Di Negara-negara berkembang berkisar antara 1 – 2,4%, sedangkan di RS. Cipto Mangunkusumo terjadi 37 kasus plasenta previa antara 4781 persalinan (Saifuddin dkk, 2002). Banyaknya faktor yang menyebabkan meningkatnya kejadian plasenta previa disebabkan oleh faktor umur penderita, faktor paritas karena pada paritas yang tinggi endometrium belum sempat tumbuh, faktor endometrium di fundus belum siap menerima implantasi, endometrium, vaskularisasi yang kurang pada desidua, riwayat plasenta previa. Hal tersebut jika dibiarkan begitu saja akan mengakibatkan terjadinya komplikasi baik pada ibu maupun pada janinnya (Manuaba, 1998).
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian rupa sehingga menutupi sebagian atau seluruh dari ostium uteri internum. Klasifikasi : 1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum 2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum 3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum 4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2cm dianggap plasenta letak normal (Chalik, 2009).
Gambar 1. Plasenta Previa (Hacker, 2007)
5
Menurut de Snoo, berdasarkan keadaan pada saat pembukaan 4 -5 cm : 1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostea. 2. Plasenta previa lateralis : bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 : 2.1 Plasenta previa lateralis posterior : bila sebagian menutupi ostea bagian belakang. 2.2 Plasenta previa lateralis anterior : bila sebagian menutupi ostea bagian depan. 2.3 Plasenta previa marginalis : bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta (Hanafiah, 2004). 2.2 Epidemiologi Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi, dan pada usia diatas 30 tahun. Pada beberapa rumah sakit umum pemerintah dilaporkan insiden plasenta previa berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di Negara maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari 1%, hal ini kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya wanita hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasnografi dalam obstetrik yang menungkinkan deteksi lebih dini insiden plasenta previa bisa lebih tinggi (Chalik, 2009). 2.3 Faktor Resiko 1.
Operasi sesar sebelumnya. Pada wanita–wanita yang pernah menjalani operasi sesar sebelumnya, maka sekitar 1% wanita tersebut akan mengalami plasenta previa. Resiko akan makin meningkat setelah mengalami empat kali atau lebih
2.
operasi sesar dimana 10% wanita tersebut akan mengalami plasenta previa. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil
3.
konsepsi. Riwayat tindakan medis yang dilakukan pada uterus, seperti dilatasi dan kuretase
4.
atau aborsi medisinalis. Multiparitas dan jarak kehamilan. Plasenta previa terjadi pada 1 dari 1500 wanita yang baru pertama kali hamil. Bagaimanapun, pada wanita yang telah 5 kali hamil atau lebih, maka resiko terjadinya plasenta previa adalah 1 diantara 20 kehamilan. Secara teori plasenta yang baru berusaha mencari tempat selain bekas plasenta
5.
sebelumnya. Usia ibu hamil. Diantara wanita-wanita yang berusia kurang dari 19 tahun, hanya 1 dari 1500 yang mengalami plasenta previa. Satu dari 100 wanita yang berusia lebih dari 35 tahun 3 kali lebih berisiko akan mengalami plasenta previa. 6
6. 7.
Kehamilan dengan janin lebih dari satu. Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol. Pada perempuan
8.
perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik
9.
dan inflamatorotik. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga mempersempit permukaan
bagi penempelan plasenta. 10. Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya. Dilaporkan, tanpa jaringan parut berisiko 0,26%. Terdapatnya jaringan parut bekas operasi berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali lipat. 11. Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar. 12. Malnutrisi ibu hamil (Fortner KB, 2007; Hanafiah 2004). 2.4 Etiologi Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui secara pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang mengalami hipertrofi akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Chalik, 2009).
2.5 Patofisiologi Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada timester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka 7
plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta yang akan mengakibatkan perdarahan yang berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang terjadinya perdarahan. Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah terjadi ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa (Chalik, 2009). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari tropoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dindig uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus vesica urinaria dan rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalanan pada plasenta previa, misalnya dalam kala 3 karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik (Chalik, 2009). 8
2.6 Manifestasi Klinis 1. Gejala klinis a) Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri, dan biasanya berulang. Darah biasanya berwarna merah segar. b) Bagian terdepan janin tinggi (floating). c) Sering dijumpai kelainan letak janin. d) Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga pasien sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak. e) Janin biasanya masih baik. 2. Pemeriksaan in spekulo Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan cervix dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya perdarahan yang berasal dari plasenta harus dicurigai. 3. Penentuan letak plasenta tidak langsung Dapat dilakukan dengan radiografi, radiosotop dan ultrasonografi. Akan tetapi pada pemerikasaan radiografi clan radiosotop, ibu dan janin dihadapkan pada bahaya radiasi sehingga cara ini ditinggalkan. Sedangkan USG tidak menimbulkan bahaya radiasi dan rasa nyeri dan cara ini dianggap sangat tepat untuk menentukan letak plasenta. USG transbadominal dapat dilakukan untuk mengetahui letak implantasi plasenta namun USG transabdominal kurang sensisitf dalam melihat bagian plasenta posterior, karena kepala atau bagian terbawah janin dapat menutupi plasenta atau hasil USG terhalangi oleh vesica urinaria yang penuh. Oleh karena itu USG transvaginal lebih akurat dalam mendiagnosis plasenta previa. Selain itu, pada USG transvaginal juga sangat sensitif untuk mengetahui jarak pinggir plasenta dari OUI (sensitivitas 87,5% dan spesivitas 98,8%) (Oppenheimer, L et. al, 2007a; Oppenheimer L, 2007b). 4. Penentuan letak plasenta secara langsung Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Pemeriksaan harus dilakukan di meja operasi. Perabaan forniks. Mulai dari forniks posterior, apa ada teraba tahanan lunak (bantalan) antara bagian terdepan janin dan jari kita. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis, jari di masukkan hati-hati kedalam OUI untuk meraba adanya jaringan plasenta (Hanafiah, 2004). 9
2.7 Penatalaksanaan Semua penderita perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam kecuali kemungkinan plasenta previa telah disingkirkan atau diagnosa solusio plasenta telah ditegakkan. Penatalaksanaan plasenta previa di RSUP NTB yang tercantum dalam Standar Pelayanan Medik (2008), dibedakan menjadi 2, yaitu: 1.
Perawatan konservatif
2.
Perawatan aktif
Perawatan konservatif Dilakukan pada bayi prematur dengan umur kehamilan < 37 minggu dengan syarat denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau berhenti. Cara perawatan : a.
Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam
b.
Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan transfusi PRC (Packed Red Cell) sampai Hb 10-11 gr%
c.
Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan perawatan konservatif gagal) dengan injeksi Betametason/Deksametason 12 mg tiap 12 jam bila usia kehamilan < 34 minggu
d.
Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang perawatan dan tirah baring selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.
e.
Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6 jam.
f.
Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif
g.
Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan mobilisasi penderita dipulangkan dengan nasehat : - Istirahat, - Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi - Dilarang koitus dan kontrol tiap minggu
Perawatan aktif Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan aktif (perdarahan > 500 cc dalam 30 menit) dan diagnosa sudah ditegakkan segera dilakukan seksio sesarea dengan memperhatikan keadaan umum ibu. Perawatan aktif dilakukan apabila : -
Perdarahan aktif
-
Perkiraan berat bayi > 2000 gram 10
-
Gawat janin
-
Anemia dengan Hb < 6 g%, janin hidup, perkiraan berat bayi > 2000 gram (Doddy, A. K., et al. 2008.) Pada plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan mendekati ostium
uteri internum ataupun yang menutupi ostium uteri internum pada umur kehamilan 18-24 minggu, evaluasi kembali diperlukan untuk mengetahui lokasi plasenta pada trimester ke 3. Plasenta yang menutupi OUI lebih dari 15 mm sangat besar kemungkinannya untuk megalami plasenta previa pada kehamilan aterm. Ketika pinggir plasenta berada diantara 20 mm dari OUI dan menutupi sampai 20 mm dari OUI pada umur kehamilan 26 minggu, USG sebaiknya diulangi dengan rutin bergantung pada umur kehamilan, jarak dari OUI, dan gejala klinis seperti perdarahan, karena perubahan posisi pada plasenta sangat memungkinkan. Overlap yang melebihi 20 mm atau lebih pada OUI kapanpun pada trimester ke 3 sangat besar kemugkinan untuk dilakukan seksio sesarea. Jarak antara OUI dan pinggir plasenta pada USG transvaginal setelah umur kehamilan 35 minggu sangat bermanfaat untuk menentukan persiapan rute kelahiran. Ketika pinggir plasenta berada lebih 20 mm dari OUI, maka dapat dilakukan persalinan pervaginam dengan kemungkinan keberhasilan yang tinggi. Jarak pinggir plasenta antara 0 sampai 20 mm dari OUI, rasio untuk dilakukan tindakan seksio sangat tinggi, meskipun persalinan pervaginam masih memungkinkan bergantung pada keadaan klinis. Dan pada derajat overlap pada 0 mm atau lebih pada usia kehamilan lebih dari 35 minggu merupakan indikasi untuk dilakukannya seksio sesarea (Oppenheimer L, 2007b) 2.8 Komplikasi Komplikasi dari plasenta previa termasuk seksio sesarea, perdarahan post partum, malpresentasi janin, kematian ibu akibat perdarahan uterus dan disseminated intravascular coagulation (DIC) (Gibbs, RS., et. al, 2008). 2.9 Prognosis Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG, disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada di hampir semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang 11
diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu penelitian yang melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane dan kawan-kawan (1999) dilaporkan angka kelahiran prematur 47%. Hubungan hambatan pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan plasenta previa belum terbukti (Chalik, 2009). Butler dan kawan-kawan (2001) mendapatkan bahwa wanita dengan plasenta previa memeiliki kadar serum alpha-fetoprotein yang dapat meningkatkan resiko perdarahan pada trimeseter tiga dan kelahiran preterm (Cunningham FG et al. 2003).
BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Identitas Nama Usia Pekerjaan Agama
: : : :
Ny. IA 24 tahun Guru Islam 12
Suku Alamat
: Sasak : Jln. Tangguh Sukaraja
3.2 Anamnesis Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengatakan hamil 8 bulan datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak pukul 02.00 WITA (29/01/2015), berwarna merah segar dalam jumlah cukup banyak, tidak bergumpal, lendir (-), tanpa disertai nyeri. Pasien menyangkal adanya perdarahan sebelumnya. Darah merembes terus menerus sampai menghabiskan ± 2 pembalut. Pasien mengaku masih merasakan gerakan janinnya. Riwayat keluar air disangkal. Os menyangkal adanya nyeri kepala, pandangan kabur, maupun nyeri ulu hati. Riwayat Penyakit Dahulu : Os menyangkal pernah menderita penyakit kandungan, tidak pernah menjalani operasi apapun terkait dengan organ reproduksinya. Riwayat penyakit hipertensi diakui diderita sejak hamil. Riwayat penyakit jantung, ginjal, kencing manis ataupun asma disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat keluarga memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, maupun penyakit berat lainnya disangkal. Riwayat Alergi : Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal. Riwayat Sosial : Os menyangkal riwayat merokok, namun di sekitarnya terdapat anggota keluarga yang sering merokok (suami).
Riwayat Obstetri : Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut : 1. Ini Riwayat Kontrasepsi : HPHT Taksiran Persalinan Riwayat ANC ANC pertama kali ANC terakhir
: 14 Juni 2015 : 23 Maret 2016 : 6x kali di Posyandu : 23/06/2015 : 14/01/2016 13
Riwayat USG
: 2 kali
3.3 STATUS GENERALIS Keadaan umum : Baik Kesadaran : E4V5M6 Tanda Vital - Tekanan darah : 100/80 mmHg - Frekuensi nadi : 80x/menit - Frekuensi napas : 22 x/menit - Suhu : 36,7oC Pemeriksaan Fisik Umum - Mata - Jantung - Paru
: anemis -/-, ikterus -/: S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-) : vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)
- Abdomen - Ekstremitas
: bekas luka operasi (-), striae gravidarum (+) : edema - akral hangat + + -
-
+ +
Berat badan pada saat pemeriksaan : 63 kg Berat badan sebelum hamil
: 54 kg
Tinggi badan
: 158 cm
BMI
: 21
3.4 STATUS OBSTETRI L1
: punggung
L2
: kepala sebelah kanan
L3
: bagian terkecil janin
L4
: 5/5
TFU
: 27 cm
TBJ
: 1890 gram
HIS
: (-)
DJJ
: 11-11-12 (136 x/menit)
Inspekulo : Ø (-), Fluksus (+), flour (-) Vagina: rugae (+), erosi (-) OUE : perdarahan aktif (-) Porsio: ukuran normal, licin, warna kemerahan, permukaan erosi (-), 14
massa (-), cavum douglas menonjol (-) VT
: Tidak dilakukan
3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium (29/01/2016) - Hb
: 10.1 g/dl
- RBC
: 3.85 x 106/µL
- HCT
: 32.9 %
- WBC
: 17.1 x 103/µL
- PLT
: 164 x 103/µL
- HbsAg
: (-)
- MCV
: 85.5 fL
- MCH
: 26.7 pg
- MCHC
: 30.6 g/dL
Pemeriksaan USG (29/01/2015) - Janin tunggal/hidup/intrauterine, letak lintang - Plasenta
: posterior – SBR (menutup Ostium Uteri Internum) sd IV
- BPD/AC
: 34-35 minggu
- AFI
: Cukup, jernih
- HTP
: 11 Maret 2016
- TBJ
: 2272
- Jenis kelamin - Dx
: laki -laki
: Plasenta Previa Totalis
3.6 DIAGNOSIS G1P0A0H0 T/H/IU 34 - 35 minggu letak lintang dengan Antepartum Bleeding e.c plasenta previa totalis + perdarahan aktif 3.7 TINDAKAN - Observasi kesejahteraan ibu dan janin - Observasi Perdarahan Per Vaginam 15
-
Bedrest Injeksi cepraz 1gr/12 jam Injeksi transamin 1A/8 jam Injeksi dexamethasone 12,5 mg/ 24 jam Prenamia 1x1 Persiapkan darah
16
TIME
SUBJECTIVE OBJECTIVE : Baik 29/01/2016 Pasien mengatakan hamil 8 bulan datang Keadaan umum Kesadaran : E4V5M6 dengan keluhan keluar darah dari jalan Tanda Vital lahir sejak pukul 02.00 WITA Tekanan darah : 100/80 mmHg Frekuensi nadi: 80x/menit (29/01/2015), berwarna merah segar Frekuensi napas : 22 x/menit dalam jumlah cukup banyak, tidak o Suhu : 36,7 C bergumpal, lendir (-), tanpa disertai Pemeriksaan Fisik Umum nyeri. Pasien menyangkal adanya Mata : anemis -/-, ikterus -/perdarahan sebelumnya. Darah Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur merembes terus menerus sampai (- ), gallop (-) menghabiskan ± 2 pembalut. Pasien Paru : vesikuler +/+, ronki (-), mengaku
masih
merasakan
gerakan
wheezing (-)
janinnya. Riwayat keluar air disangkal.
Abdomen
Os menyangkal adanya nyeri kepala,
gravidarum (+) Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat (+/
pandangan kabur, maupun nyeri ulu hati.
: bekas luka operasi (-), striae
+) HPHT : 14 Juni 2015 HTP : 23 Maret 2016 Riwayat ANC : 6x di Posyandu
STATUS OBSTETRI
Riwayat USG : 2x di SpOG
L1
: punggung
Riwayat KB : -
L2
: kepala sebelah kanan
Rencana KB : IUD
L3
: bagian terkecil janin
L4
: 5/5 17
ASSESSMENT G1P0A0H0 T/H/IU
PLANNING - Observasi kesejahteraan
34 - 35 minggu
ibu dan janin - Observasi Perdarahan Per
letak
lintang
dengan Antepartum Bleeding
e.c
plasenta
previa
totalis + perdarahan aktif
Vaginam - Bedrest - Injeksi cepraz 1gr/12 jam - Injeksi transamin 1A/8 jam - Injeksi
dexamethasone
12,5 mg/ 24 jam - Prenamia 1x1 - Persiapkan darah
Riwayat Obstetri :
TFU
: 27 cm
1. Ini
TBJ
: 1890 gram
HIS
: (-)
DJJ
: 11-11-12 (136 x/menit)
Inspekulo : Ø (-), Fluksus (+), flour (-) Vagina: rugae (+), erosi (-) OUE : perdarahan aktif (-) Porsio: ukuran normal, licin, warna kemerahan, permukaan erosi (-), massa (-), cavum douglas menonjol (-) VT
: Tidak dilakukan
Pemeriksaan Laboratorium (29/01/2016) -
Hb
: 10.1 g/dl
-
RBC
: 3.85 x 106/µL
-
HCT
: 32.9 %
-
WBC
: 17.1 x 103/µL
-
PLT
-
HbsAg
: (-)
-
MCV
: 85.5 fL
-
MCH
: 26.7 pg
: 164 x 103/µL
18
-
MCHC
: 30.6 g/dL
Pemeriksaan USG (29/01/2015) - Janin
tunggal/hidup/intrauterine,
letak
lintang - Plasenta : posterior – SBR (menutup Ostium Uteri Internum) sd IV - BPD/AC : 34-35 minggu - AFI
: Cukup, jernih
- HTP
: 11 Maret 2016
- TBJ
: 2272
- Jenis kelamin
: laki -laki
- Dx : Plasenta Previa Totalis Keluhan perdarahan berkurang. Pasien Keadaan umum : Baik 30/01/2016 Kesadaran : E4V5M6 tidak ada keluhan Tanda Vital 08.00 Tekanan darah : 110/80 mmHg Frekuensi nadi: 88x/menit Frekuensi napas: 22 x/menit Suhu : 36,9oC
G1P0A0H0 T/H/IU 34 - 35 minggu letak
lintang
dengan Antepartum Bleeding
e.c
plasenta
previa
totalis + perdarahan
19
-
BPL Bedrest selama 2 hari Prenamia 1x1 KIE bila keluhan berulang
aktif
20
BAB IV PEMBAHASAN
Pada laporan kasus berikut, diajukan suatu kasus seorang wanita usia 31 tahun yang kemudian didiagnosa dengan G1P0A0H0 T/H/IU 34 - 35 minggu letak lintang dengan Antepartum Bleeding e.c plasenta previa totalis + perdarahan aktif. Selanjutnya yang akan dibahas pada kasus ini yaitu : 1. Apakah diagnosa dan pemeriksaan pada kasus ini sudah tepat ? G1P0A0H0 T/H/IU 34 - 35 minggu letak lintang dengan Antepartum Bleeding e.c plasenta previa totalis + perdarahan aktif. Pasien didiagnosa hamil karena memenuhi beberapa kriteria kehamilan, diantaranya tanda-tanda tidak pasti kehamilan yaitu : amenorrhea, perut membesar, pigmentasi kulit pada areola mammae, striae gravidarum pada kulit abdomen. Dan adanya tanda pasti kehamilan yaitu : adanya gerak janin, pemeriksaan leopold I-IV yang dapat meraba bagian besar dan kecil janin, balottement (+), tedapat denyut jantung janin dan terdapat janin pada pemeriksaan penunjang (USG). Sedangkan untuk usia kehamilan, dapat ditentukan dengan dengan HPHT yaitu tanggal 14 Juni 2015 sehingga hari taksiran kehamilan tanggal 23 Maret 2016. Pemeriksaan tinggi fundus uteri 27 cm dengan taksiran berat janin 1890 gram dengan menggunakan Formula Johnson. Janin tunggal hidup dinilai dari pemeriksaan Leopold yang memberi kesan adanya satu janin dengan letak melintang dimana teraba kepala di bagian kanan, bokong di sebelah kiri, ini dipertegas dengan hasil pemeriksaan Ultrasonografi (USG). Diagnosa perdarahan antepartum (APB) ditegakkan karena pasien mengeluh perdarahan pada umur kehamilan > 22 minggu. Perdarahan ini biasanya bersumber dari kelainan plasenta yaitu plasenta previa atau solusio plasenta. Namun dari gejala klinis yang dialami pasien lebih mendekati gejala plasenta previa dibandingkan gejala solusio plasenta. Gejala klinis plasenta previa pada kasus ini antara lain, perdarahan dengan warna darah merah segar yang tidak disertai nyeri perut, perdarahan tanpa sebab, jumlah perdarahan sesuai dengan kondisi pasien, bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul, dan kondisi janin dalam keadaan baik. Diagnosa ini dipertegas dengan hasil pemeriksaan USG ditemukan adanya implantasi plasenta pada Segmen Bawah Rahim menutupi ostium uteri internum. Perdarahan yang terjadi pada pasien ini dikatakan tidak aktif karena pada pemeriksaan inspekulo di rumah sakit, tidak didapatkan adanya darah yang keluar dari ostium 21
uteri internum. Sehingga, pasien ini di diagnosa dengan perdarahan antepartum e.c plasenta previa totalis. 2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat ? Pada pasien ini dilakukan penanganan konsevatif karena usia kehamilan < 37 minggu dan berat janin < 2500 gram. Penanganan konservatif yang dilakukan berupa observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam, perbaikan kondisi ibu dan pemberian kortikosteroid. Setelah perawatan dan observasi selama 24 jam terjadi perbaikan kondisi dan tidak adanya perdarahan lagi maka pasien dipulangkan dengan pemberian KIE. Jadi penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat.
3. Apa penyebab plasenta previa pada kasus ini ? Berdasarkan kepustakaan penyebab terjadinya plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun kerusakan dari endometrium pada persalinan sebelumnya, gangguan implantasi blastokista dan gangguan vaskularisasi desidua dianggap sebagai mekanisme yang paling mungkin menjadi faktor penyebab terjadinya plasenta previa pada sebagian besar kasus. Pada kasus ini kemungkinan blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui penyebabnya secara pasti. Kemungkinan blastokista berimplantasi secara kebetulan pada SBR, atau dapat pula disebakan adanya faktor predisposisi dari pasien ini adalah yaitu kebiasaan suami pasien yang tidak sehat yaitu merokok sehingga pasien menjadi perokok pasif. Kebiasaan merokok maupun menghisap asap rokok secara tidak langsung juga dapat menyebabkan plasenta previa. Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
22
BAB V KESIMPULAN
Kesimpulan kasus ini terdiri dari: 1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu USG yaitu G1P0A0H0 T/H/IU 34 - 35 minggu letak lintang dengan Antepartum Bleeding e.c plasenta previa totalis + perdarahan aktif. 2. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu terapi konservatif plasenta previa 3. Faktor predisposisi dari pasien ini adalah kebiasaan suami pasien yang tidak sehat yaitu merokok.
23
DAFTAR REFERENSI Chalik, T.M.A. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam Saifudin, AB, Rachimhadhi, T dan Winkjosastro, GH. Ilmu Kebidanan. ed. 4. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009: p. 495-503 Cunningham FG et al. 2003. Williams Obstetrics 21st edition, United States of America: The McGraw-Hill Companies inc. Doddy, A. K., et al. 2008. Standar Pelayanan Medik Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSU Provinsi Nusa Tenggara Barat. RSU Mataram : Mataram Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE and Wallach EE. 2007. John Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics 3rd Edition. Baltimore, Maryland : Lippincott Williams & Wilkins. Gibbs, RS et. al, 2008. Danforth's Obstetrics and Gynecology, Ed 10th , Lippincott Williams & Wilkins. New York Hacker NF, Moore JG, Gambone JC, 2007. Essentials of Obstetrics & Gynecology 4E, Elsevier Saunders, United States. Hanafiah,
TM.
2004.
Plasenta
Previa.
USU
Digital
Library.
Available
at
:
http://www.usu.ac.id/ (Accessed : December 01 2014). Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Sinopsis Obstetry Jilid I. EGC. Jakarta. Oppenheimer, L et. al, 2007a. Diagnosis and Management of Placenta Previa. Society of Obstetricians and Gynaecologists. Canada. Oppenheimer L, 2007b. Diagnosis and Management of Placenta Previa. SOGC Clinical Practice Guideline. J Obstet Gynaecol Can 2007;29(3):261-266. Saifudin, Abdul Bahri. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal. JHPIEGO. Jakarta.
24