Case Report Anestesi Ppt 58b1s

LAPORAN KASUS PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA KASUS ULKUS DIABETIKUM

Disusun Oleh : Dhimas Pradana U 1261050161

Pembimbing : Dr. Robert H. Sirait, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI

PERIODE 2 OKTOBER – 4 NOVEMBER 2017 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Resume Pasien adalah seorang wanita berusia 77 tahun, dengan diagnosis Ulkus diabetikum dan Gangrene digiti 5 pedis sinistra yang akan menjalani operasi pada tanggal 9oktober 2017. Pasien ini direncanakan untuk dilakukan operasi debridement dan amputasi digiti 5 pedis sinistra. Anestesi yang direncanakan adalah anestesi spinal. Pasien memiliki berat badan 60 kg dan tinggi badan 155 cm. Tekanan darah pasien 130/70 mmHg. Sebelum operasi pasien dilakukan pre-op, dari hasil pemeriksaan didapatkan pasien dengan ASA 3, adanya riwayat penyulit penyakit sistemik seperti diabetes melitus. Pada riwayat penyakit dahulu, pasien tidak memiliki riwayat asma maupun alergi baik terhadap obat dan makanan tertentu.

Operasi dilakukan pada tanggal 9 Oktober 2017 dengan teknik anestesi spinal, dengan lama operasi ± 55 menit dan lama anestesi ± 1,5 jam . Teknik anestesi dilakukan dengan pasien duduk memeluk bantal, dilakukan asepsisantisepsis di sekitar lumbal3 – lumbal4 , dan ditusuk dengan spinocath no. 26, keluar LCS jernih (+) darah (-) diinjeksi dengan Bunascan 0,5% heavy 12,5 mg.

Identitas Pasien Nama : Jenis Kelamin : Tanggal lahir : Usia : Agama : No. Rekam Medik : Alamat :

Ny. F Perempuan 06-08-1940 77 tahun Islam 54-46-52 Jl. mangga blok D , Jakarta

Anamnesis (Autoanamnesis) Keluhan Utama

Tukak pada kaki kanan semakin menghitam sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya muncul bisul di kaki kiri sejak 1 bulan yang lalu, kemudian makin melebar dan menghitam, nyeri pada kaki kiri sejak 2 minggu yang lalu. Riwayat anestesi dan operasi

:

Tidak ada

Riwayat penyakit jantung / vaskular

:

Tidak ada

Riwayat penyakit diabetes mellitus

:

30 tahun kontrol tidak teratur

Riwayat penyakit neuro / muskuloskeletal

:

Tidak ada

Riwayat gangguan pembekuan darah

:

Tidak ada

Riwayat gastrointestinal

:

Tidak ada

Riwayat ginjal / urologi

:

Tidak ada

Riwayat alergi obat / makanan

:

Tidak ada

Riwayat minum obat-obatan saat ini

:

metformin 3x5mg dan glibenklamid 1x2 gram

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : GCS E4V6M5 Tekanan darah : 130/70 mmHg Nadi : 82x / menit Pernafasan : 19x / menit Suhu : 36oC BB / TB : 60 kg / 155 cm

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Darah (8/10/2017) Hemoglobin : 10 g/dL Hematokrit : 30,8 % Leukosit : 22,80x 103/µL Trombosit : 322 x 103/µL Eritrosit : 3,83 x 106/µL

Masa Perdarahan : 3 menit Masa pembekuan : 13 menit

Penatalaksanaan Tanggal Operasi: 9 Oktober 2017 Diagnosis pra-bedah: Ulkus Diabetikum dan gangrene digiti 5 pedis sinistra Keadaan umum pra-bedah: ASA 3E Medikasi pra-bedah : Komplikasi pra-bedah : Jenis pembedahan : debridement dan amputaasi digiti 5 pedis sinistra

Ahli bedah Ahli anestesi Awal pembedahan Lama pembedahan

: dr. M.Sueb , Sp.B :dr. Robert, Sp. An : 15.15 : 55 menit

Rencana Anestesi Persiapan Operasi

:

1. Persetujuan operasi tertulis (+) 2. Pemasangan IV line cairan kristaloid Ringer Laktat 500 cc 3. Teknik Anestesi : Spinal anestesi dengan Bunascan 0,5% heavy 4. Posisi : Supinasi

5. Pernafasan : Nasal canule O2 2 lpm 6.

Cairan

:

Ringer Laktat

7.

Monitoring : Observasi tanda vital selama operasi setiap 5 menit, cairan, perdarahan, dan produksi urin

8.

Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan.

Tindakan Anestesi • Jam 15.00pasien masuk kamar operasi dan dilakukan pemasangan infus cairan Ringer Laktat dan manset. • Jam 15.10 dilakukan anestesi spinal di L3-L4 dengan Bunascan 0,5% 15 mg menggunakan spinocath no. 26, keluar LCS jernih. • Jam 15.15 insisi dimulai, dilakukan monitoring tanda vital setiap 5 menit.

• Jam 15.25 diberikan Ondancetron 8 mg.

injeksi

• Jam 16.10 operasi selesai dan pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. • Jam 16.15 pasien diberikan injeksi Ephedrine 10 mg.

Obat-obatan anestesi yang diberikan • Bunascan 0,5% heavy 12,5 mg • Ondancetron 8 mg • Efedrin 10 mg

Anestesi Spinal Analgesia spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesia spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestesi lokal ke dalam ruang subaraknoid. Indikasi anestesi spinal adalah : Untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 kebawah (daerah papila mammae kebawah)

Kontraindikasi anestesi spinal : • Infeksi pada tempat suntikan • Tekanan intrakranial meninggi • Hypovolemia (syok) • Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi) • Nyeri punggung kronis • Pasien menolak/ tidak kooperatif

Peralatan pada anestesia spinal : • Peralatan monitor • Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut (pulse oxymeter), dan EKG • Peralatan resusitasi / anestesia umum • Jarum spinal • Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing, QuinckeBabcock) atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point, Whitecare)

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi belebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat. 1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal aga prosesus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung adalah L4 atau L4-5. Tusukan pada L1-2 atau di atasnya berisiko trauma terhadap medula spinalis. 3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol. 4. Beri anestesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 12% 2-3 ml.

5.

Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23 G, atau 25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27 G atau 29 G, dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer), yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan introducer sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam irisan jarum harus sejajar dengan serat durameter, yaitu pada posisi tidur miring hevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5 cc/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90o biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinu dapat dimasukkan kateter.

Isobarik Hiperbarik

Hipobarik Obat anestetik spinal

Penyebaran anestetik lokal tergantung pada : • Faktor utama  Berat jenis anestetika lokal (barisitas)  Posisi pasien (kecuali isobarik)  Dosis dan volume anestetika lokal (kecuali isobarik) • Faktor tambahan  Ketinggian suntikan  Kecepatan suntikan / barbotase  Ukuran jarum  Keadaan fisik pasien  Tekanan intraabdominal

Lama kerja anestetik lokal bergantung pada : o Jenis anestetika lokal o Besarnya dosis o Ada tidaknya vasokonstriktor o Besarnya penyebaran anestetika lokal

Komplikasi anestesi spinal

Komplikasi yang terjadi kemudian

Komplikasi dini

Gangguan sirkulasi

Gangguan respirasi

Gangguan gastrointestinal

Retensi urine

Komplikasi sirkulasi :  Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin tinggi blok makin berat hipotensi. Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infus cairan kristaloid (NaCl, Ringer laktat, dsb.) secara cepat sebanyak 10-15ml/kgBB dalam 10 menit segera setelah penyuntikkan anestesi spinal. Bila dengan cairan infus cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopresor seperti efedrin intravena sebanyak 10 mg diulang setiap 3-4 menit sampai tercapai tekanan darah yang dikehendaki (sebaiknya penurunan tidak lebih dari 10-15 mmHg dari tekanan darah awal)  Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang (venous pooling), atau karena blok simpatis T1-4, dapat diatasi dengan pemberian sulfas atropin 1/8-1/4 mg intravena.

Komplikasi respirasi : → Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila fungsi paru normal → Penderita PPOK / COPD (penyakit paru-paru obstruksif kronis) merupakan kontraindikasi untuk blok spinal tinggi → Apnea : dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena hipotensi berat dan iskemia medulla → Kesulitan bicara, batuk kering yang persisten, sesak nafas, merupakan tandatanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan oksigen dan nafas buatan

Komplikasi gastrointestinal :  Nausea dan muntah, karena hipotensi, hipoksia, tonus parasimpatis berlebihan, pemakaian obat narkotik, reflek karena traksi pada traktus gastrointestinal serta komplikasi kemudian (delayed)

Retensi urin :  Fungsi kandung kencing merupakan bagian yang fungsinya kembali paling akhir pada anestesi spinal, umumnya berlangsung selama 24 jam

Medikasi Pra-bedah A. MgSO4  Antikonvulsan yang efektif  Penurunan pelepasan presinaptik neurotransmiter glutamat  Penyekatan reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA)

 Diberikan selama persalinan dan dihentikan 24 jam pascapartum

 Dosis awal : 4-6 gr diencerkan dalam 100 mL cairan IV dan diberikan selama 15-20 menit  Infus rumatan 2gr/jam dalam 100 mL cairan infus

B. Nifedipin  Antihipertensi golongan antagonis saluran Ca2+  Menghambat influks Ca2+ yang menyebabkan relaksasi otot polos dan tahanan vaskular perifer menurun

 Dosis : 10-20 mg

Obat-obatan Anestesi yang Diberikan A. Bunascan 0,5% heavy • Bupivakain yang merupakan anestesi lokal golongan amida  Memblok influks sodium ke sel saraf sehingga depolarisasi tidak terjadi lalu rasa sakit tidak dapat dihantarkan

• Larutan hiperbarik • Penyebarannya dipengaruhi oleh gravitasi dan posisi pasien • Onset : 5-15 menit • Durasi : 2-3 jam • Dosis : 15-20 mg

B. Ondansetron • Antiemetik golongan antagonis serotonin reseptor 5-HT3  Memblok reseptor 5-HT3 di pusat muntah sentral

• Dosis : 4-8 mg IV

C. Efedrin • Merupakan obat simpatomimetik kerja campuran (agonis reseptor α dan β serta secara tidak langsung meningkatkan pelepasan Norepinefrin)  Menstimulasi denyut jantung dan curah jantung serta meningkatkan resistensi perifer

• Dosis : 3-6 mg IV

Manajemen Anestesi pada Pasien Tekanan darah harus terkontrol dan hipovolemia dikoreksi sebelum pemberian obat anestetik. Apabila pasien tidak memiliki masalah dengan pembekuan darah, maka anestesi epidural adalah pilihan pertama untuk pasien pada umumnya selama proses pembedahan. Terlebih lagi, anestesi epidural mencegah peningkatan resiko dari kegagalan intubasi akibat edema pada saluran nafas.

Pemeriksaan trombosit dan faktor pembekuan darah harus dilakukan sebelum dilakukan anestesi regional pada pasien dengan preeklampsia berat. Anestesi regional harus dihindari apabila jumlah trombosit < 100.000 / µL, namun pada jumlah trombosit 70.000 / µL dapat diizinkan dalam beberapa kasus, khususnya apabila jumlah trombosit stabil.

Kejadian hipotensi harus ditatalaksana dengan vasopressor yang diberikan dalam dosis kecil karena pasien cenderung sangat sensitif terhadap agen-agen tersebut. Monitoring tekanan darah harus dilakukan pada pasien dengan hipertensi selama durasi pemberian anestesi regional maupun general. Setelah operasi dilakukan, pasien akan merasakan nyeri kepala yang merupakan efek samping dari anestesi spinal atau disebut juga postdural puncture headache (PDPH). Sehingga pasien diminta untuk tirah baring dan tidak mengangkat kepala 12 jam setelah operasi.

Pembahasan Durante Op Pada pasien ini pemilihan teknik anestesi yang digunakan adalah spinal anesthesia dikarenakan jenis pembedahannya adalah debridement dan amptasi digiti 5 pedis sinistra sehingga cukup memblok bagian tubuh inferior saja. Selain itu, anestesi spinal dipilih karena memiliki onset yang cepat dan dapat diprediksi, menghasilkan blok yang lebih sempurna, dan tidak memiliki potensial untuk terjadinya toksisitas obat pada sistem yang serius dikarenakan penggunaan dosis pada anestesi lokal yang lebih kecil. Pemilihan teknik anestesi pada kasus ini sudah sesuai dengan teori yang ada.

Pilihan obat anestesi spinal pada kasus ini adalah Bunascan 0,5% heavy (berisi Bupivakain) sebanyak 15 mg. Bupivakain dipilih mencegah konduksi rangsang saraf dengan menghambat aliran ion, meningkatkan ambang eksitasi elekton, memperlambat perambatan rangsang saraf dan menurunkan kenaikan potensial aksi. Dosis pemberian Bupivakain pada pasien kasus ini sesuai dengan teori yang ada. Teknik anestesi yang dilakukan pada kasus ini adalah pasien dalam posisi duduk memeluk bantal dan menunduk, kemudian dilakukan identifikasi L3-4 pada pasien, dilakukan asepsis-antisepsis, terlebih dahulu dilakukan infiltrasi dengan Lidokain untuk mengurangi nyeri pada saat penyuntikan anestesi spinal, dan kemudian dilakukan injeksi Bupivakain. Teknik anestesi yang dilakukan pada kasus ini sesuai dengan teori yang ada.

Pemberian obat-obatan lain selama operasi adalah Ondansetron 8 mg, dan Efedrin 10mg . Obat-obatan yang diberikan sesuai dengan teori yang ada dan dengan indikasi pada kasus. Dilakukan monitoring tekanan darah setiap 5 menit sekali selama operasi untuk mengetahui penurunan tekanan darah yang bermakna.

Post Op Saat tindakan operasi berakhir, pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dalam kondisi belum dapat menggerakkan kaki (Bromage score : 3), tekanan darah 100/60 mmHg dan nasi 72 kali/ menit. Pasien diberikan oksigenasi 2 lpm melalui nasal canule dan diberikan edukasi untuk tirah baring dan tidak mengangkat kepala selama 12 jam ke depan untuk mencegah terjadinya pusing akibat tindakan penusukkan untuk anestesi spinal. Dilakukan monitoring tanda vital pada pasien setiap 15 menit, dan apabila pasien sudah stabil pasien diperbolehkan kembali ke ruangan.

Kesimpulan Pemberian obat-obatan dan penatalaksanaan anestesi pada pasien ini sesuai dengan teori yang ada.

Daftar Pustaka 1. Simpson KR, Creehan PA. Perinatal Nursing Ed.4 : Hypertensive Disorder of Pregnancy. AWHONN 2013 ; 122-42. 2. Clifford A, Kelly C, Yau C. Obstetrics, Gynaecology and Women’s Health : Medical Problems in Pregnancy. HODDER ARNOLD 2013 ; 27-34. 3. Cunningham, Leveno, Bloom, et al. Obstetri William Ed.23 : Hipertensi dalam Kehamilan. EGC 2009 ; 740-78. 4. Muhiman M, Thaib M, Sunatrio S, et al. Anestesiologi : Analgesia Regional. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi FKUI 2014 ; 125-28. 5. Latief S, Suryadi K, Dachlan M. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI 2009 ; 107-12. 6. Butterworth J, Mackey D, Wasnick J. Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology 2013 ; 843-66. 7. Brunton L, Parker K, Blumenthal D, et al. Goodman & Gilman Manual Farmakologi dan Terapi. EGC 2011.